Meylina masih bergeming. Sang Bunda memeluk erat putri bungsunya ini dengan lembut.
"Sudah, kamu tidak perlu cemas dan malu. Klana dan Wawan sengaja Bunda ajak masuk ke kamar pribadimu ini semata-mata berharap masalah ini selesai di sini. Di luar, kalian sudah harus melupakan yang berlalu. Kita cukupkan di sini. Masing-masing kalian harus menjadikan pelajaran berharga dalam hidup berproses menuju ke kedewasaan. Bunda tahu memasukkan lawan jenis ini tabu, tetapi lebih dari itu, biar kalian makin pintar di dalam berinteraksi dan bersosialisasi. Paham, ya?"
"Siap, Bunda!" jawab kedua pemuda itu serempak.
"Sekarang, silakan kalian keluar. Ingat, jangan simpan dendam di dalam hati!"
"Terima kasih, Bunda. Terima kasih, Dik Lina!" ujar Wawan santun.
"Saya idem. Thanks adikku Lina yang manis! Makasih bundaku, Sayang!" Klana memeluk bundanya sejenak dari samping karena sang bunda pun sedang memeluk Lina yang masih bergeming.
Sang bunda mengangguk mempersilakan kedua jejaka tersebut keluar dari kamar pribadi putri bungsunya.
"Kamu kenapa lagi, Manis?" ucap bunda sambil membelai anak rambut si bontot.
Lina sangat ingin mengatakan atau menanyakan pada bundanya, "Apakah aku sedang jatuh cinta?"
Akan tetapi, ternyata ... kata-kata itu tetap tercekat, tak dapat dikemukakannya. Jadi, hanya menjadi rahasia besar baginya, bagi Lina seorang diri.
*** Â
Terima kasih Bapak, Ibu, dan Adik-adik sekalian yang telah berkenan membaca karya saya. Mohon doa restu agar saya bisa menyelesaikan tantangan menulis cerita remaja ini dan menerbitkannya sebagai buku solo. Kiranya Tuhan memberkati Anda dan keluarga dengan kesehatan dan kesuksesan, amin.