"Emmm, iya. Sedikit, sih."
"Emang, ada apa, Bund?"
"Ini, maaf ... ya. Jangan Lina marah pada Bunda. Bunda cuma mau nanya doang, kok. Emang, ... tadi itu ada apa, sih? Kok sampai kakak sulung kebingungan, gitu?"
"Hmm ... Lina malu, Bund! Habisnya si kakak mempermalukan Lina di depan sahabatnya! Jadi bete, kan, Bund!"
"Malu ... kenapa?"
"Ya, Lina merasa dipermalukan, Bund!"
"Jangan-jangan itu ... perasaanmu sendiri, Sayang?"
"Enggaklah! Kakak bercandanya kelewatan banget! Lina  malu sama Mas Wawan, kan, Bun!"
"Oh, ... sebenarnya kakakmu memang bercanda, Sayang. Masalahnya, kakakmu memang bersalah karena ... lupa kalau Lina tuh cewek! Buat cowok, masalah bercanda begituan tentu tidak dimasukkan ke dalam hati. Sementara, ia lupa bahwa Lina tuh bukan cowok!"
"Itulah! Lina sebel, kesal, dan malu ... pakai banget! Rasanya nggak mau ketemu dengan Mas Wawan lagi, deh! Tega banget, si kakak!"
"Hmmm, ya, ... sudah. Maafkan saja. Sebab, dengan memaafkan itu sebenarnya Lina juga berusaha menyembuhkan, loh! Bukan menyembuhkan luka mereka yang menyalahimu saja, melainkan lebih ke penyembuhan hati dan pikiranmu sendiri, Nak. Cobalah, setelah kamu memaafkan dengan ikhlas, nanti kan terasa ringan! Pasti, itu!"