"Kamu juga, sih! Mungkin candaanmu kelewatan. Jangan-jangan dia nangis di kamarnya! Sana, hibur dia dulu, Klan!"
"Lah, kok aku, sih?" rutuk Klana.
"Duh, ... kayaknya harus ada obat perdamaian, nih, Klan. Aku merasa sangat bersalah. Jangan-jangan dia sakit hati atau malu! Bagaimana, ini? Aku tidak nyaman?!"
"Ya, sudahlah. Kita jalan aja. Nanti kita bawakan oleh-oleh saja. Bagaimana?"
"Baiklah, aku setuju!"
"Sebentar, aku cari bundaku dulu. Menanyakan hadiah apa yang bisa menyenangkan dan menenangkan hati seorang gadis!"
"Oke, ide brilian. Kamu kakaknya harusnya lebih tahu daripada aku!"
"Jangan-jangan ... adikku itu ... suka padamu, Wan!"
"Ah, kamu ada-ada saja! Adikmu itu masih kecil, tahu, Klan!"
"Intuisiku begitu, loh! Adikku bisa tergagap-gagap dan salah tingkah bila berada di dekatmu, loh! Beda banget kan, dengan Lani? Kamu merasakan nggak?"
"Hmm, selama ini aku biasa-biasa saja, sih. Namun, jujur setelah kau mengatakan hal ini, aku jadi kepikiran juga! Apa benar intuisimu itu, ya? Jadi penasaran aku!"