Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Pemilik 25 judul buku solo dan 164 judul antologi

Menulis bukan sekadar hobi, melainkan kebutuhan. Sebagaimana udara yang terjebak di usus jika tak keluar sebagai kentut akan menyakitkan. Namun, setelah keluar betapa lega rasanya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sosok Misterius

13 Agustus 2024   03:39 Diperbarui: 13 Agustus 2024   06:50 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sosok Misterius
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

Seperti biasa anak-anak sudah siap di halaman depan rumah Arka. Halaman tersebut lumayan luas sehingga sering menjadi posko bagi anak sekompleks kampung itu untuk kongkow-kongkow bersama.

Rumah Arka berada di bagian tengah kampung. Menghadap arah selatan, di depannya dikelilingi oleh area persawahan menuju kampung jauh ke pelosok desa sebelah. Sementara, rumah teman-teman berada di bagian kiri, kanan, dan belakang rumah itu. Ada sekitar sepuluhan anak sebaya, bahkan hampir lebih dari itu.

Orang tua Arka pun sangat ramah karena sebagai anak semata wayang, ia memang perlu teman. Apalagi, Arka hidup bersama kakek nenek di desa tersebut. Konon ayah bundanya telah bercerai dan masing-masing memiliki keluarga baru. Demi memenuhi kebutuhan psikis, kakek nenek mengizinkan Arka memiliki banyak teman di kompleks kampung itu. Dengan demikian, menurut kedua orang tua itu, Arka tidak akan merasa kesepian.

Arka masih berusia sekitar sepuluhan tahun. Karena itu, teman-teman sebaya pun masih berusia sekolah dasar. Dengan kondisi perekonomian beraneka ragam, kakek nenek yang bijak tersebut merangkul semua sahabat Arka dengan baik. Bahkan, disediakan meja belajar agar Arka dan kawan-kawan bisa belajar bersama. Jadi, tidak melulu bermain, tetapi justru belajar agar prestasi dan pengetahuan mereka makin bertambah-tambah.

Hal itu ditunjang oleh kondisi kakek Arka yang pensiunan kepala sekolah dasar sehingga belajar menjadi prioritas pertama dan utama bagi sang cucu. Kakek dan nenek menginginkan masa depan Arka lebih baik lewat jalur pendidikan yang dilaluinya. Sebagai salah seorang mantan kepala sekolah, pastilah kakek sangat disegani sehingga orang tua teman-teman Arka pun percaya, berteman dan bergaul dengan Arka dan keluarganya akan tertular pendidikan secara lebih baik.  

Saat anak-anak itu gemar bermain, belum ada gawai sebagaimana kegemaran anak-anak  masa kini. Mereka dibesarkan era tahun 70-an sehingga masih biasa kalau anak-anak gemar dengan aktivitas fisik seperti itu. Oleh karena itu, pertumbuhan fisik mereka cukup cepat. Tubuh mereka tampak kekar dan sehat. Meskipun secara pengetahuan mungkin saja kalah dengan anak zaman now, secara fisik bertumbuh kembang luar biasa.

Sepak bola, kasti, slagbal, bermain layang-layang, dan kesibukan lain sangat menggembirakan. Mencari ikan wader, kreco  siput air tawar, ulat turi,  ciplukan atau buah salam adalah hal-hal biasa bagi mereka.  Melalui belajar dan bermain, atau sebaliknya bermain sambil belajar itu kakek nenek percaya anak-anak makin sehat jasmani dan makin terasah rohaninya. Kekompakan, kerja sama, disiplin, tanggung jawab, dan aturan main dengan benar pasti diserap dari berbagai acara yang dilakukan.

***

"Ar, besok malam kita jadi main petak umpet bareng, kan? Mumpung masih purnama!" tanya Adit  masih di sekolah saat istirahat kedua.

"Rencananya, sih ... kita malah akan main perang-perangan! Siapkan perlengkapan sesuai, misalnya senapan, pistol-pistolan, pedang, atau panah. Sepunya masing-masing sajalah!" kata Arka.

"Tapi ... apa tidak disemprot oleh Pak Burhan?" tanya Adit dengan muka serius.

"Iya, sih. Mungkin kita perlu bilang Kakek, ya!" usul Arka sambil meneleng ke kiri kanan.

"Atau anak-anak dikode saja. Jangan berteriak cukup kencang sehingga mengganggu tetangga, khususnya beliau yang tidak suka berisik!" saran Adit.

"Ah, mana bisa! Teman-teman kalau gurau bandel juga! Namanya juga gembira, pasti teriak spontanlah yang keluar. Demikian juga tawa, apa bisa direm menurutmu?"

"Iya, juga sih!"

"Ya, sudah besok kita ketemu teman-teman, kita rancang permainan seru yang tidak mengganggu tetangga saja. Alat perang kita bisa minta tolong anak-anak perempuan juga untuk membuat topi daun nangka. Kalau pistol-pistolan atau senapan, kita gunakan pelepah pisang saja. Bagaimana?" usul Arka.

"Wuah, seru! Muka kita bisa dicoreng-moreng layaknya tentara latihan perang, ya! Aku akan siapkan arang buat muka kita! Hahaha .... Pasti seru!"

"Nah, kamu, ya! Ini ... belum aksi perang-perangan saja tawamu sudah kencang begitu! Bagaimana kalau bertemu dengan sepuluh anak, coba? Mana bisa kita berbisik, ha?" Arka menimpali tawa Adit yang membahana.

"Iya juga, sih. Membayangkan saja ... sudah terasa serunya!"

Tak urung mereka berdua tertawa juga.

***

Segala sesuatu telah dipersiapkan dengan baik dan sebaik-baiknya. Anak-anak lelaki telah didandani dengan coreng-moreng di wajah, sementara anak-anak perempuan bertindak sebagai perawat atau juru masak. Yang menjadi perawat akan pura-pura merawat tentara yang sakit, terkena peluru, atau senjata tajam. Sementara, yang lain menyiapkan jajan dan minum sebagai  hadiah bagi anggota pasukan yang menang. Kelompok ini sebagai tim konsumsi. Makanan dibawa dari rumah masing-masing.

Akan tetapi, sosok yang ditakuti oleh anak-anak itu tetiba menghampiri mereka. Tidak sempat berlari atau bersembunyi, terpaksa beberapa anak itu mendengarnya berbicara.

"Kalian itu cuma bisa mengganggu saja! Berisik! Belajar sana agar menjadi pintar!" teriaknya membuyarkan anak-anak.

"Tetapi kami masih ingin bermain, Pak. Mumpung bulan sedang purnama!" dalih Arka jelas diiyakan sebanyak sepuluhan anak yang hadir.

"Kan siang kalian sudah puas bermain, mengapa harus malam hari? Malam itu untuk ibadah dan istirahat! Apakah kalian rajin belajar dan mengaji? Catat dan ingat! Kalian harus melakukan tugas dan kewajiban agama dengan baik!" selorohnya kembali.

Tanpa dikomando, secara serempak anak-anak mengucapkan, "Huuuuu ....!" panjang sekali sambil melelet.

***

Anak-anak tetap bersikeras melanjutkan permainan dengan aturan baru. Jangan mendekati rumah Pak Burhan. Sosok yang dianggap tidak ramah dan selalu melarang-larang kegemaran anak-anak. Mereka membatasi diri, bermain hingga pukul 20.15 saja. Setelah itu harus pulang ke rumah masing-masing. Pukul 21.00 sudah harus tidur agar keesokan harinya masih bisa ke sekolah tanpa kantuk.

Pak Burhan tergolong orang baru di kompleks kampung itu. Belum setahun pindah ke desa. Namun, sosoknya tidak begitu friendly terhadap anak-anak kecil. Beliau cenderung dikenal sebagai orang yang disiplin dan galak di mata anak-anak.

 Pada  purnama bulan berikutnya, anak-anak ingin mengulang keseruan bermain perang-perangan kembali. Persiapan pun dilakukan lebih terkoordinasi. Kali ini Arka mendapat dukungan dari nenek yang mempersiapkan burjo setelah permainan selesai. Sang nenek ingin memberikan kebahagiaan kepada cucu dan kawan-kawan sebagai hadiah nilai rapor yang lumayan bagus.

Namun, sore itu beberapa orang hilir mudik menuju rumah Pak Burhan. Bahkan, orang tua Adit meminta agar anak-anak tidak bermain karena ada berita duka.

"Bagaimana dengan burjo yang sudah dibuat nenekku?" tanya Arka saat dilarang bermain malam itu.

"Dengarkan, minta saja burjo dimakan bersama, setelah itu kembali ke rumah masing-masing! Ingat, jangan berisik, ya! Tidak elok ketika ada musibah di tetangga, anak-anak bermain-main!"

"Oh, oke!" sambut Arka yang langsung meminta anak-anak untuk menghabiskan burjo syukur buatan neneknya.

"Alhamdulilah, nilai kalian baik. Semoga caturwulan depan, meningkat, ya!" pesan Nenek.

***

Keesokan harinya, sepulang sekolah anak-anak ikut ke pemakaman. Ternyata, malam itu Pak Burhan meninggal dunia. Saat pemakaman sore hari, diutarakan kisah heroik Pak Burhan semasa hidup. Ternyata, beliau seorang purnawirawan ABRI dengan pangkat tinggi. Setelah purnatugas, beliau kembali ke desa untuk tetirah. Akan tetapi, ternyata desa tempat tinggalnya bukanlah desa sepi seperti harapannya. Banyak anak kecil yang bermain di malam hari, terutama saat bulan purnama. Itulah sebabnya beliau selalu melarang-larang.

"Oh, ... ternyata beliau seorang pahlawan, to?! Mengapa beliau justru tidak menceritakan kisah perjuangannya kepada kita, ya?" sesal Arka.

"Iya, seandainya beliau enggak galak, kita kan bisa menyerap sejarah dari sumber langsung, ya!" timpal Adit.

Ketika dibahas bersama Kakek di ruang belajar pada minggu berikutnya, anak-anak menunjukkan rasa kecewa.

"Tidak semua orang terbuka dengan kita, Nak! Jadi, kalian harus menghargai privasi beliau. Mungkin, beliau menyembunyikan identitasnya karena tidak mau dikira sombong. Maafkan sajalah kalau beliau pernah membuat kalian sakit hati karena larangan yang disampaikan. Anggaplah semua sebagai pelajaran saja!" petuah Kakek.

"Kalau saja saat kita main perang-perangan itu ... beliau mau cerita bagaimana aslinya perang, pasti makin asyik, ya!"

"Kalau demikian ... kalau kalian sudah mengenal dengan baik, tentu bukan lagi sebagai sosok misterius, dong!"

"Oh, iya juga, ya ...!" jawab Adit sambil menerawang.

"Ya, betul. Sosok misterius banget!" Arka manggut-manggut diikuti teman-teman lain.

"Jujur aku kesal sekali dengan tampilan beliau yang selalu melarang-larang dengan galak!" sembur Adit.

"Ssst! Sudahlah. Anggap saja beliau pahlawan sejati yang tidak mau menyombongkan diri! Habis perkara, kan? Kalau kalian tidak suka dilarang-larang, kelak jangan main melarang-larang anak-anak ketika dewasa. Bagaimana?"

"Baiklah, Kek. Terima kasih atas wejangan Kakek bagi kami," sambut Arka. 

Teman-teman lain pun ikut berterima kasih atas peran serta Kakek dalam memberikan petuah dan saran. Mereka berpamitan dengan sukacita.

"Jangan lupa berdoa sebelum tidur, ya! Semoga kelak kalian sukses!"

"Amin!"

***

Ninik Sirtufi Rahayu, penulis yang sedang belajar menulis dengan lebih baik.

 

 
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun