"Bagaimana dengan burjo yang sudah dibuat nenekku?" tanya Arka saat dilarang bermain malam itu.
"Dengarkan, minta saja burjo dimakan bersama, setelah itu kembali ke rumah masing-masing! Ingat, jangan berisik, ya! Tidak elok ketika ada musibah di tetangga, anak-anak bermain-main!"
"Oh, oke!" sambut Arka yang langsung meminta anak-anak untuk menghabiskan burjo syukur buatan neneknya.
"Alhamdulilah, nilai kalian baik. Semoga caturwulan depan, meningkat, ya!" pesan Nenek.
***
Keesokan harinya, sepulang sekolah anak-anak ikut ke pemakaman. Ternyata, malam itu Pak Burhan meninggal dunia. Saat pemakaman sore hari, diutarakan kisah heroik Pak Burhan semasa hidup. Ternyata, beliau seorang purnawirawan ABRI dengan pangkat tinggi. Setelah purnatugas, beliau kembali ke desa untuk tetirah. Akan tetapi, ternyata desa tempat tinggalnya bukanlah desa sepi seperti harapannya. Banyak anak kecil yang bermain di malam hari, terutama saat bulan purnama. Itulah sebabnya beliau selalu melarang-larang.
"Oh, ... ternyata beliau seorang pahlawan, to?! Mengapa beliau justru tidak menceritakan kisah perjuangannya kepada kita, ya?" sesal Arka.
"Iya, seandainya beliau enggak galak, kita kan bisa menyerap sejarah dari sumber langsung, ya!" timpal Adit.
Ketika dibahas bersama Kakek di ruang belajar pada minggu berikutnya, anak-anak menunjukkan rasa kecewa.
"Tidak semua orang terbuka dengan kita, Nak! Jadi, kalian harus menghargai privasi beliau. Mungkin, beliau menyembunyikan identitasnya karena tidak mau dikira sombong. Maafkan sajalah kalau beliau pernah membuat kalian sakit hati karena larangan yang disampaikan. Anggaplah semua sebagai pelajaran saja!" petuah Kakek.
"Kalau saja saat kita main perang-perangan itu ... beliau mau cerita bagaimana aslinya perang, pasti makin asyik, ya!"