"Ah, kamu ... apaan, sih!"
"Lah, Kakak yang memulai mendiskusikannya. Artinya, Kakak sudah punya gebetan, ya!?"
"Hehe ... Kakak belum yakin aja, tapi ... rasanya itu jantung Kakak berdenyut lebih cepat saat berada di dekatnya. Trus ... selalu ingin berdekatan dengannya. Benar nggak sih ... kalau itu sebagai tanda-tanda sedang jatuh cinta?"
"Hmmm ...," dengus Lina. Dalam hatinya pun mengakui bahwa ia mengalaminya. Ini ternyata sang kakak juga mengadu kepadanya mengalami hal serupa.
Lina sedikit heran. Kakaknya justru begitu antusias membahas perasaan dengannya. Namun, ia berjanji akan bungkam dan menyimpan baik-baik perasaannya terhadap seseorang yang dianggapnya spesial. Ia tak mau mengumbar rasa alias ember. Inilah rupanya perbedaan mencolok antara si kakak Melani dengan sang adik Meylina.
Melani lebih ekstrovert, sebaliknya Meylina introvert. Seperti bumi dan langit layaknya. Ya, dari segi fisik pun, mereka berbeda cukup signifikan. Jika Klana dan Malni lebih cenderung seperti sang ayah, justru Meylina lebih dominan kepada sang bundanya.
Klana dan Melani dianugerahi kulit kuning langsat dan bersih mulus, berbeda dengan Meylina. Kulit Lina cenderung hitam manis mirip banget dengan sang bunda. Sering hal ini membuat Lina sedikit insecure karena merasa tidak secantik sang kakak. Namun, bunda selalu membangkitkan semangat agar tetap bersukacita karena di balik kekurangan, pasti Allah menyembunyikan kelebihan yang saat ini belum dirasa dan diketahuinya. Â
"Bund, Lina kok hitam, ya? Enak banget Kak Lani yang berkulit putih dan berwajah bersih. Kalau Lina yang berminyak dan cokelat gini, siapa yang melirik?" protesnya.
"Hush! Enggak elok berbicara seperti itu! Allah menciptakan umat-Nya dengan kebijakan luar biasa, Nak. Kamu nggak perlu rendah diri, tetapi lebih bagus rendah hati! Percayalah, kata orang zaman dulu begini ... hitam-hitam kepala kereta api alias lokomotif!"
"Apa artinya?"
"Hehehe ... meski hitam, banyak ditunggu! Dulu  lokomotif itu selalu hitam, Nak! Ya, meskipun hitam, banyak yang menanti kedatangannya, loh! Bukankah penumpang kereta api selalu membludak hingga pernah ada yang numpang di atapnya."