Candaan Diana
"Cinta seperti penyair berdarah dingin yang pandai menorehkan luka. Rindu seperti sajak sederhana yang tak ada matinya." - Joko Pinurbo.
Seperti biasa beberapa hari Jalu tidak menampakkan batang hidungnya. Hari ini Anye bertemu Diana di jalan menuju ruang kuliah fakultas ekonomi.
"Hai, Nyonya Jalu Amukti!" teriak Diana berlarian mendekati Anye.
"Hai, juga!"
Anye sedikit heran mengapa Diana memanggilnya Nyonya Jalu Amukti begitu. Jangan-jangan Jalu menceritakan aktivitas kebersamaannya? Ah, mana mungkin lelaki ember, ya?
"Selamat yaaa ... kudoakan selamat hingga pelaminan nanti!" seru Diana ceria.Â
Ada nada iri terselip di antara kata dan rasa yang diungkap Diana.
"Ouh, kamu tahu ...?" selidik Anye keheranan.
"Yaa, aku tahu. Apa lagi dengan tanda-tanda kedewasaan itu! Tak apa, Anye, di situlah seninya bercinta. Semua juga paham, kok! Kan kita sudah dewasa!" Diana menaikturunkan alisnya dengan lucu.
Anye menjadi salah tingkah.
"Oh!" tangan Anye membetulkan letak scarf lembut yang meliliti leher, "Sudah kuobati masih belum hilang juga!"
"Tak apa Anye, don't worry ... tiga hari pasti hilang dengan sendirinya. Ketika tanda itu hilang, biasanya rindu pun menyerbu datang dan harus diinstal ulang!" tawa Diana.
"Oh, kamu paham banget, ya? Aku yang udik ternyata!"
"Hahaha, ... bukan udik, melainkan belum paham! Aku yakin, pasti Jalu akan mengajarkan banyak hal kepadamu! Kalian itu sepasang insan yang sangat beruntung! Jalu tampan rupawan dan sangat menawan, kamu pun sangat cantik! Kalau teman-teman lain tahu, pasti mereka akan iri pada kalian! Termasuk aku! Aku pun iri dan cemburu kepadamu!" selorohnya.
"Mmmh ... terima kasih pujiannya, Diana! Ngomong-omong kamu lihat dia nggak? Dia cerita apa ke kamu tentang aku?" cerocos Anye.
"Tentang kamu? Nggak ada, kok! Saat ini pasti sedang sibuk di Ruang Senat, dia! Banyak agenda yang mereka lakukan sehubungan dengan pemerintahan negeri ini. Mereka getol mengupayakan agar kondisi ekonomi negara kita segera teratasi melalui pemilihan presiden yang benar! Kamu merasa enggak sih kalau sebenarnya kita ini dijajah?" ujar Diana.
"Oooh! Dijajah bagaimana?"
"Kamu sudah jadian masih belum paham aktivitas Jalu? Apa dia nggak pernah cerita padamu?" lanjut Diana.
Anye hanya menggeleng dengan sinar mata bertanya-tanya.
"Apa yang kalian ceritakan saat-saat berduaan? Bukan acara yang sedang Jalu persiapkan? Dia akan segera sidang skripsi bulan depan. Sementara tugas di senat juga lumayan padat!"
"Nggak ada. Dia nggak cerita banyak, kok!"
"Apa yang kalian lakukan saat pacaran?"
"Ya, pacaran!" sahut Anye serius.
"Oh, hahaha! Kamu itu begitu polos, ya! Kalau kamu kangen ... panggil saja secara telepati. Dia pasti segera datang menjumpaimu!"
"Telepati?"
"Iya, misalnya gini nih .... 'Hai ayah dari anakku, datanglah! Aku rindu!' ya macam gitu-gitulah," gurau Diana diiringi tawa meledak.
"Ah, kamu, ya! Emangnya bisa?"
"Kalau pasangan sudah sehati, biasanya manjur, kok!" gurau Diana. "Apalagi kalau si istri sedang hamil, pasti sang suami merasa dan segera mencari belahan jiwanya!"
"Kamu kok ngomong hamil, sih? Memang Jalu bicara apa sama kamu?"
"Hehe ... ya 'kan kalian sudah berpacaran? Siapa tahu secara tidak sengaja kalian sudah melakukan hal itu! Kan katanya kalau sedang berduaan di tempat sepi pasti ada pihak ketiga, yaitu sosok tak kasat mata yang mengajak kalian berbuat aneh-aneh! Apalagi tanpa sekat!"
"Kami nggak berbuat aneh-aneh kok, percayalah!" sergah Anye.
"Kalau saling mencintai, juga nggak apa-apa, kali. Yang penting 'kan tanggung jawab!"
"Nggaklah. Kita harus melibatkan kedua orang tua. Orang tua aku dan orang tua dia. Jadi, nggak bisa sembarangan. Kalau terjadi sesuatu, kedua orang tua kita pun terkena getahnya. Untuk itulah kami masih penjajagan dulu. Masih sebulan, belum cukup buat kami untuk menikah. Lagian masih sama-sama kuliah. Kalau di antara kami sudah bekerja, tentu kami siap menikah!"
"Oh, gitu! Syukurlah kalau kalian berpikir secara dewasa!"
"Aku lebih tua darinya, Diana! Ini juga relasi agak aneh bagiku."
"Ah, cuma beda dua tiga tahun saja hal biasa! Nanti kalau sudah tua juga nggak akan tampak! Banyak kok pasangan beda usia kayak gitu."
"Iya, sih. Memang kalau sudah jodoh segala sesuatu tidak menjadi masalah!"
"Nah, pasti ada pertimbangan khusus juga buat Jalu mengapa memilihmu! Berbahagialah Anye ... karena banyak yang naksir dan tidak memperoleh balasan darinya!" Ada getar kecemburuan yang luar biasa di dada Diana.
Anye menjawab dengan menggangguk dan segera pamit hendak menyelesaikan tugas kampus. "Kirim salam saja, ya ... kalau-kalau dirimu bertemu Jalu."
"Kenapa nggak mencoba mencari di Ruang Senat? Mau kuantar?"
Anye menggeleng. Tentu saja dia akan sangat malu bertemu banyak teman lelaki Jalu. Sedang diketahui berpacaran dengan adik kelas saja membuatnya risih. Â Sama saja dengan mengumumkan kepada semua teman Jalu kalau mereka berpacaran, dong! Di mana akan diletakkan mukanya?
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H