"Wah ... kalau saja aku diizinkan ikut ...!" sahut Bunga.
"Bagaimana, bolehkah adikku ikut?" tanya Bintang kepada dua sahabatnya itu. Mereka hanya berpandangan sambil tertawa.
"Wah, gagal dong rencana kita!" sambut Rindang.
"Rencana apaan sih?" selidik Bunga.
"Rencana para lelaki tampan ... ha ...ha ... ha!" sambung Bintang. Mereka pun tertawa mendengarnya. Bunga manyun mendengar seloroh ketiga dokter muda tersebut.
Diam-diam Bunga bersyukur. Dengan kehadiran kakak dan teman-temannya rasa galau akan hubungannya dengan Fritz sedikit terhibur. Ketiga pemuda tampan tersebut seakan mengetahui hati Bunga sedang menjerit sehingga candaan hangat itu menjadi pelipur lara yang istimewa.
"Satu di antara kami akan melanjutkan mengambil spesialis di sini, siapa ya ... kira-kira yang diterima? Kalau di antara kalian berdua ada yang diterima di kota ini, tuh aku titip adikku ya ...!" ujar Bintang kepada kedua sahabatnya.
"Titip bagaimana nih, maksudnya?" tanya Made.
"Coba tanya sendiri tuh ... kayaknya adikku masih menjomlo, deh!" sambil mengedipkan pelupuk netra Bintang memberi kode kepada sahabatnya.
Pangkal lengan Bintang pun menjadi sasaran empuk terkena pukulan lembut adiknya yang menawarkan dirinya kepada sahabatnya.
"Nah, ini buatmu, Kak!" cubit mesra si adik di perut dan pinggang sang kakak membuat sang kakak berteriak kesakitan dan kegelian.