Sementara, kedua orang tua kami yang boyong ke kota lain telah berpulang setelah menderita sakit. Jika ayah dipanggil karena serangan jantung, beberapa bulan setelahnya di tahun sama, ibu berpulang karena diabetes melitus.
Kami berempat telah berpencar ke berbagai kota. Kakak sulung telah berkeluarga, setelah dimutasi dari ibu kota kini menetap di Banjarmasin; kakak kedua berdinas di salah satu perusahaan swasta terkenal di Jakarta; kakak ketiga sedang mengikuti pelatihan dari kantor di Manado; sedangkan aku sendiri sedang berkuliah di Semarang. Perkuliahan sudah selesai, sih ... tinggal menunggu jadwal coas saja. Karena itu, jika kakak sulung berpesan agar aku berangkat ke Malang, pastilah sebagai adik bungsu perempuan satu-satunya, akan semrinthil bergegas juga karena ingin mengenang kota kelahiran.
Kami tiba untuk chek in Jumat siang pukul 13.08. Hujan deras disela rintik menyambut kedatangan kami dalam wacana pulang kampung ini. Berdasarkan petunjuk Google Map sopir taksi online yang kami pesan pun menemukan tempat tersebut di tengah rintik hujan kala itu.
Kami segera meluncur ke sana berempat. Kakakku berdua suami istri, keponakan lelaki sepuluh tahun, dan aku sendiri. Kalau kakak tidak sedang menjadi pembicara di kota kenangan, pasti sulit kami bertemu. Sementara, aku bisa ikut berlibur setelah sekian lama berkutat dengan perkuliahan di kota lain.
Setelah meletakkan barang-barang, kakak memesan mobil rental dari salah seorang mantan temannya yang bergerak di bidang layanan jasa tersebut. Ketika mobil sampai, segera sekitar pukul 15.00 kami turun ke kota untuk berwisata kuliner.
Kota Malang. Belum afdol kalau kita belum berwisata kuliner di kota sejuta kedai bakso ini. Maka, senyampang sehari dua hari di sini, kami pun meluncur menjajal semua makanan khas yang keluarga kakakku sukai. Maklum, bertahun-tahun meninggalkan kota kelahiran membuatnya kesurupan kalau tidak menikmati makanan kesukaan.
Kakak iparku ikut menikmati penyet tempe kacang sederhana dan nikmat itu. Hanya  sedikit nasi di atas ditambah sayur rebus, seperti kangkung, kacang panjang, sladra, dibubuhi sambal terasi tomat. Ada tempe kedelai dan tempe kacang tanah goreng yang di-penyet dengan ulekan di tengah sambal terasi tersebut kemudian ditambahkan cingur (kalau suka).Â
Wah, ... makanan favorit ini tidak ada tandingannya dan tidak ada di tempat lain. Tempatnya sih ... nyepit di pojok  makam, tepatnya di selatan rumah sakit RKZ yang kini berubah nama menjadi Panti Waluyo. Makanan favorit ini kami kenal semenjak kanak-kanak sebelum 'penyet' yang lain merebak setenar sekarang. Warung legendaris banget dengan cita rasa khas, pokoknya!Â
Sesudah menikmati kuliner khas Malang-an, mengikuti ibadah persekutuan doa, kami pun kembali ke hotel hendak beristirahat. Sampai di penginapan, tadi siang tempat parkir kosong, ternyata pukul 21.11 malam itu full hingga kesulitan mencari posisi parkir nyaman.
Suasana dingin menusuk sampai ke tulang dengan musik alami hewan malam bercampur bunyi rintik hujan yang menimpa atap awning beranda kamar, membuat keponakan yang tidur sekamar denganku segera bergulung di bawah selimut. Beberapa menit kemudian, suara celotehnya sudah tidak terdengar lagi. Terbuai  oleh mimpi indah!
"Hmm, ... saatnya mengintip gawaiku, nih!" pikirku.Â