Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - mengisi usia senja dan bercanda dengan kata

Menulis sesuka hati, senyampang ada waktu, dan sebisanya saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tahu Membalas Budi

14 Juni 2024   15:37 Diperbarui: 14 Juni 2024   21:36 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tahu Membalas Budi
Oleh: Ninik Sirtufi Rahayu

 "Selamat pagi, Adik-adik. Bagaimana kabar kalian? Baik-baik, bukan?" tanya Kenanga pada anak-anak di rumah singgah pagi itu.

Seperti biasa, Kenanga mendapat jadwal Sabtu pagi untuk mengisi acara sesi 'Berbagi Berkat lewat Cerita.' Acara ini disponsori oleh donatur dan diselenggarakan oleh Remaja Peduli Anak Harapan Kota Impian. Sebenarnya sih, kelompok peduli anak jalanan  yang dimetaforisasi sedemikian rupa agar nasib mereka lebih baik. Istilah anak jalanan yang terkesan meremehkan disulap menjadi anak harapan hingga terdengar lebih manis pada indra pendengaran.

Acara berkumpul seperti biasa kali ini dilaksanakan di Ruang Rindu, istilah mereka untuk menyebut rumah singgah, sebuah ruko yang sengaja disewa oleh donatur dalam rangka pembinaan. Beberapa pemuda pemandu acara ditata secara bergilir mengisi sesi yang telah dipersiapkan panitia.  

"Baik, Kak Kenanga," jawab mereka kompak serempak.

"Apakah ada di antara kalian yang mau membagikan berkat berupa cerita?" lanjutnya.

Beberapa di antara mereka menggeleng. Ada juga yang berucap, "Belum, Kak."

"Belum punya cerita, atau belum berani bercerita?"

"Dua-duanya, Kak," jawab sekitar dua puluhan anak di rumah singgah pagi itu.

"Oke. Kakak akan memberikan contoh, ya. Kakak harap kalian makin pintar bercerita sebab dengan bercerita sama dengan membagikan berkat kepada sesama manusia. Bagaimana? Apa kalian setuju untuk belajar berbicara di depan umum juga?"

Beberapa anak jalanan yang dikordinasi di rumah singgah itu mengangguk ragu. Mereka belum memiliki rasa percaya diri. Atau mungkin juga karena kurang membaca. Jadi, Kenanga akan membagikan cerita yang berasal dari apa yang ia lihat di media sosial.

"Nah, pagi kemarin, Kakak kebetulan melihat sebuah tayangan yang membuat hati Kakak trenyuh. Makanya, Kakak ingin membagikannya kepada kalian. Apakah siap mendengar cerita Kakak?"

"Siap, Kak!"

"Tetapi, tolong disimak baik-baik, ya. Nanti di akhir cerita, Kakak akan mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan isi cerita."

"Baik, Kak," jawab Ardi salah seorang pemulung kecil yang paling berani.

Maksudnya, dibandingkan dengan teman-teman lain, Ardi paling vokal. Ia juga berani mengajukan pertanyaan atau usul tentang apa pun yang dirasa perlu. Bukan pendiam yang sekadar membeleter saja, melainkan benar-benar aktif mengikuti setiap acara yang diadakan oleh Kakak-kakak Pembina.

"Baik, Adik-adik. Suatu pagi, Kakak tidak sengaja mengetahui sebuah tayangan unik. Demikian kisahnya.

Seorang pria, entah di mana tidak disebutkan nama tempatnya, mengetahui seekor hewan terjebak dalam kesulitan. Ia mendekati dan ternyata hewan itu selain kakinya terjerat, badannya juga terjepit di antara dua batang kayu.

Hewan itu ternyata rusa. Nah, pria ini berupaya menolong seekor rusa yang terjepit di antara dua kayu pagar dengan hati-hati tanpa berbicara sepatah kata pun. Dengan sabar ia melepaskan tali ikatan yang menjerat dan melilit kaki rusa. Ia juga melonggarkan dua batang kayu yang menjepit badan si rusa. Jarak sempit dua kayu itu menyebabkan rusa tak mampu bergerak. Rusa tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya terdiam tanpa bergerak sedikit pun.

Pria tersebut mengambil peralatan untuk menyelamatkan rusa yang terjepit entah sampai berapa lama. Setelah terbebas dari jerat dan impitan kayu, rusa itu segera pergi. Anehnya, beberapa langkah di depan si rusa menoleh sejenak seolah-olah mengucapkan terima kasih atas pertolongan si pria tak dikenal itu.

Pria itu pun tersenyum dan melambaikan tangan, seolah-olah sebagai tanda selamat jalan. Bahasa makhluk yang tak dapat diterjemahkan manusia. Setelah itu, si pria pulang ke rumah, tidak jauh dari tempat ia menemukan rusa bermasalah tadi. Pria yang hidup seorang diri tersebut melakukan aktivitas kembali seperti biasa.

Keesokan harinya, betapa terkejut si pria itu. Beberapa ekor rusa mengunjungi rumahnya dengan diam-diam. Satu ekor yang kemarin ditolong, berada di barisan paling depan sambil mengangguk-angguk dan menggerak-gerakkan kaki. Seolah-olah mereka mengucapkan terima kasih atas pertolongan yang diberikan sehingga rusa tersebut selamat. Si pria menitikkan air mata haru. Tidak pernah terpikir bahwa rusa yang ditolong itu datang beserta keluarga besarnya.

Nah, sekarang ... Kakak ingin bertanya kepada kalian. Apakah kalian bisa menangkap makna kisah tersebut?"

Ada empat yang mengangkat tangan untuk menjawab.

"Ya, Nino. Bagaimana menurutmu?"

"Kisah yang bagus, Kak. Kalau hewan saja tahu berterima kasih, manusia pun harusnya tahu berterima kasih juga."

"Bagus, dengan cara bagaimana kalian akan berterima kasih?"

"Saya, Kak!" Yanti mengangkat tangannya.

"Iya, Yanti. Bagaimana?"

"Tidak hanya mengucapkan dengan lisan, tetapi dengan perilaku sopan."

"Bagus. Ada lagi?"

"Kak, melibatkan keluarga itu yang sangat mengharukan. Kok bisa, ya ... si rusa membawa keluarganya untuk berterima kasih. Saya salut, tapi saya tidak punya keluarga yang sepeduli itu!" raut muka Danang tampak sendu.

"Bagus, Danang. Iya, jangan khawatir. Allah sedang membentukmu menjadi pribadi tangguh. Jadi, jangan menyesal dengan keadaan yang menimpamu. Ada saatnya kamu akan berhasil, kok. Yakinlah!" Kenanga memberikan penguatan kepada Danang yang sebatang kara.

Kedua orang tua Danang masing-masing pergi entah ke mana. Semula Danang ikut neneknya, tetapi setahun silam beliau dipanggil Tuhan. Akhirnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup, Danang terpaksa memulung dan menemukan sahabat di rumah singgah.

"Kak, menurut saya, kita harus menolong siapa pun yang membutuhkan pertolongan dengan ikhlas dan tanpa pamrih," kata Ardi.

"Yak, betul banget, Ardi. Menolong tanpa pamrih baik kepada hewan, apalagi kepada manusia!" sambut Kenanga.

"Kak, jangan menyiksa binatang, tetapi kasihilah makhluk hidup ciptaan Allah!" ulas Ramang si penyuka bola.

"Yup, bagus, Ramang! Apalagi saat ini sudah banyak cat lovers yang memberi makan kucing liar di jalanan, ya! Sungguh, aktivitas mereka patut diacungi jempol juga!"

"Iya, Kak. Tapi masih ada juga orang yang membuang kucing dikarungi, bahkan dibuang di sungai dalam karung tertutup. Tega banget, ya!" sergah Ramang.

"Iya, mereka tidak punya perikehewanan!" sambut Kenanga.

"Kak, apakah kami harus membaca buku dulu untuk bisa membagikan cerita?" tanya Upik.

"Wah, pertanyaan yang bagus. Iya, Upik, kita bisa membaca buku cerita dulu kemudian menceritakan ulang. Seperti yang Kakak lakukan juga bisa. Menceritakan apa yang dilihat atau didengar. Bahkan, bisa menceritakan apa yang kita rasakan dan alami sendiri. 

Jadi, tergantung Upik saja. Upik bisa kok menceritakan yang Upik baca, lihat, dengar, bahkan rasakan dan alami sendiri. Banyak sumber cerita yang bisa kamu kemukakan ulang," jawab Kenanga.

"Oh, begitu. Jadi, kalau misalnya Upik nonton topeng monyet, lalu Upik ceritakan, boleh?"

"Boleh banget, Adikku Sayang!" sambut Kenanga.

"Nah, kalau begitu ... anggap saja sebagai PR, ya. Pertemuan minggu depan, kalian yang bercerita, ya. Setuju?" tawar Kenanga.

"Baik, Kak. Tapi ... menurut saya, topeng monyet itu yang bekerja hewan. Manusia mempekerjakan hewan. Apa bisa begitu, sih? Apa tidak ada undang-undang perlindungan hewan, ya, Kak?" Ardi nyeletuk agak bingung.

"Iya, sih. Tapi, bukankah sejak dulu manusia mempekerjakan binatang, ya. Sebelum ada traktor, manusia membajak dengan pertolongan kerbau atau sapi. Lalu ... dokar alias delman dan cikar juga memanfaatkan kuda dan sapi. Onta dan kuda pun dimanfaatkan sebagai kendaraan di padang pasir, bukan? Hmmm, ... Kakak juga kurang tahu nih, apakah ada undang-undang perlindungan hewan, ya. Coba akan Kakak cari di internet tentang itu. Anggap hal itu PR buat Kakak, ya Dik?"

"Iya, Kak," jawab Ardi mengangguk.

"Nah, baiklah. Sekarang kita akhiri dulu acara 'Berbagi Cerita' kali ini. Minggu depan Kakak berharap, kalian berlatih bercerita bergantian, ya! Kalau sudah pandai berbicara di depan umum atau di depan banyak orang, kalian akan diajari menulis. Artinya, menuliskan apa yang pernah dibaca, didengar, dilihat, ataupun dirasakan dan dialami sendiri. Bagaimana? Apakah kalian berminat menjadi penulis?"

"Kalau jadi penulis, apakah dapat uang, Kak?"

"Bisa banget, Dik. Penulis itu juga profesi yang menghasilkan uang. Bahkan, bila tulisannya meledak yang disebut best seller, penulisnya bisa juga memperoleh beasiswa ke luar negeri. Misalnya, nih. Andrea Hirata. Novelnya Laskar Pelangi sangat terkenal hingga difilmkan. Andrea Hirata memperoleh kesempatan kuliah berbeasiswa, loh. Banyak lagi contohnya. Ada Romo Y.B. Mangunwijaya. Novelnya Burung-burung Manyar juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing. Jika Adik-adik mau belajar menjadi penulis, bisa banget. Nanti akan kami carikan guru bagi kalian!"

"Mau, Kak. Saya mau!" kata Bintang mengangkat tangan tinggi-tinggi.

"Baiklah, nanti akan kami kondisikan. Saat ini, izinkan Kakak pamit dulu, tetapi kalian masih ada acara, loh, ya! Cukup sekian, kalau ada salah-salah kata, Kakak mohon dimaafkan. Terima kasih."

Setelah selesai berbagi cerita, Kenanga segera meluncur pulang dengan motor maticnya. Masih ada acara yang harus dilakukan karena ia berencana membeli benang untuk menyelesaikan rajutan. Sementara itu, di rumah singgah masih ada sesi kedua untuk Adik-adik dengan pemateri lain.

*** 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun