Aku tidak berpikir untuk mencari bantuan sebab kepergianku memang mendadak dan entah pikiran apa yang menyebabkanku tiba-tiba memilih tujuan ini. Maka tidak seorang pun anggota keluargaku yang mengetahui peristiwa ini  sengaja kuhubungi.  Aku justru tidak menyentuh gawaiku sebab kupikir esok hari sesampai di tempat tujuan aku akan segera mengganti semua nomor gawaiku. Sama dengan bunuh diri jika aku menghubungi siapa pun, bukan? Bukan minggat namanya!
Pukul delapan pagi, akhirnya bantuan datang. Medan sulit, kondisi hujan menyebabkan bantuan tidak bisa secepatnya datang.
***
Kembali aku teringat beberapa saat sebelum berangkat kemarin.
"Kamu jangan pergi, Rumi. Besok adikmu menikah, mengapa kamu harus pergi?" bujuk Bundaku di kamar sesaat sebelum aku bersiap berangkat.
"Tidak Bunda. Mana kuat aku melihat Rima bersanding dengan kekasihku yang telah menodainya? Sebagai wanita tentu Bunda tahu bagaimana hatiku. Mana ada wanita kuat diperlakukan seperti itu, Bun? Dikhianati oleh dua orang sekaligus? Lebih baik Rumi pergi membuang diri, Bun! Entah sampai kapan Rumi akan kembali pada Bunda lagi!"
Bunda menangis sesenggukan menahan langkah kakiku, tetapi tekadku sudah bulat, "Aku harus pergi membawa dan menyelamatkan hatiku yang terluka ini!" senandikaku.
***
Seminggu lalu, pada saat makan malam bersama Rima melapor bahwa kondisinya sedang berbadan dua dan harus segera menikah untuk menyelamatkan bayi dan nama keluarga besar. Dengan berbelit akhirnya Rima mengakui bahwa orang yang telah menodainya tak lain dan tak bukan ternyata calon kakak iparnya, Mas Handi, tunanganku.Â
Bagaimana aku bisa menerima kenyataan ini dengan ikhlas secepat kilat? Aku toh bukan malaikat! Lunglai seluruh sendiku. Langsung aku kabur ke kamar tanpa menyentuh makan malamku. Menangis! Itu yang mampu kulakukan.
***
Sedari kecil antara aku dan adikku Rima yang terpaut tiga tahunan selalu bertengkar berebut apa saja. Karena sebagai anak sulung, jika kami bertengkar memperebutkan sesuatu, aku diharuskan mengalah.
"Demi adik yang masih kecil, Nak!" ujar Bundaku sambil membelai rambut panjangku menenangkanku.Â
Apalagi kondisi Rima sakit-sakitan sejak kecil.