Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - mengisi usia senja dan bercanda dengan kata

Menulis sesuka hati, senyampang ada waktu, dan sebisanya saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dua Matahariku

31 Mei 2024   21:09 Diperbarui: 31 Mei 2024   21:56 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 "Semua tenang! Tidak perlu panik!" teriak seseorang lantang mengatasi keadaan saat itu. 

"Dengarkan komando saya! Jangan histeris! Kita atasi dengan tenang!" lanjutnya.

Telinga sadarku mendengar komando dari dalam bus, tetapi hatiku masih bergejolak mengingat peristiwa yang kualami sebelumnya. Aku jadi teringat sebelum berangkat tadi. Betapa aku telah menorehkan luka pada hati bundaku. 

"Ya, Allah.. ampunilah  segala dosa kesalahanku," keluhku dalam hati. 

Mungkin ini yang harus kuhadapi karena kepergianku tanpa restu Bunda.

"Yang punya ponsel segera cari bantuan! Tetap tenang. Hubungi siapa pun yang bisa. Kalau bisa yang di dekat kota ini!" suaranya lagi.

Bus dalam keadaan miring berhenti di sisi kiri jalan, kedua pintu keluar tertutup. Berada persis di pinggir tebing sehingga tidak seorang pun bisa keluar dari kendaraan. Depan kiri bus menabrak batu besar yang menonjol, sementara ban bus terperosok ke parit tepi tebing sehingga tidak bisa dikuasai pengemudi. Mesin bus masih hidup, tetapi kendaraan tidak bisa bergerak sama sekali. Hanya bersandar di tebing.  

"Jangan matikan mesin, tetap nyalakan AC! Anda harus tenang!" teriaknya. 

Rupanya dia berpengalaman menangani kondisi panik seperti ini. Hampir semua penumpang histeris saat terjadi kecelakaan ini karena lebih dari 75% penumpang perempuan.

Kondisi kenek yang berada di kursi terdepan kiri pengemudi terluka parah karena bagian tersebut penyok menabrak batu besar menonjol di sisi kiri jalan menikung itu. Posisi bus konon berada di perbukitan. Jalan lika-liku melingkari bukit. Turunan dan tanjakan berganti-ganti dengan kondisi jalan sempit pula. 

Sepi. Tak sebuah kendaraan pun lewat. Hujan deras masih mengguyur di malam itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun