Ya, karena terbangun dari tidur, nyawanya belum sepenuhnya lengkap. Tidur pertama kali di luar rumahnya sendiri. Biasanya tidur di amben gladak, kini harus di lantai semen yang cukup dingin.
"Sssstt ..., jangan berisik! Kalau berhasil, kukasih uang. Besok kau bisa beli kalung emas! Mau, 'kan?" bisik seseorang.
"Suara orang?" batin Minem menelengkan telinga.
Karena  rasa takut, dia kembali bergelung dengan memejam mata.
Namun, ranjang di atas kepalanya kembali bergoyang kian kencang dan makin berderit-derit. Minem takut sekali. Takut kalau-kalau tempat tidur itu ambles dan menimpa dirinya. Akan tetapi, dia tidak berani mengucapkan sesuatu apalagi menggerakkan badan. Gemetar panas dingin.
Berbagai bunyi aneh Minem dengar dalam gemetar. Desah napas memburu dan entah suara-suara berisik aneh apa lagi. Semua  terdengar samar, tidak cukup jelas. Minem masih gemetaran mematung sambil berkerubut sarung milik sang ayah yang sengaja ditinggalkan dengan maksud agar Minem kerasan tinggal di rumah itu.
*** Â
Akhirnya, pagi itu Minem terbangun dengan kurang fresh. Maklumlah, masih adaptasi. Dia segera bebersih diri. Selanjutnya  segera mengikuti Yu Mun beraktivitas. Juragan putri sudah berangkat sejak kemarin sore sehingga segala sesuatu diselesaikan oleh Yu Mun.
Sesekali Minem melihat Yu Mun meringis seolah kesakitan sambil memegangi area perut. Jalan pun agak canggung seperti pengantin sunat alias anak lelaki baru disunat.
"Yu Mun kenapa? Sakit?"
"Nggak, Nem. Ini ngeri-ngeri sedap saja, kok!" jawabnya mengulum senyum.
"Oh, iya, Nem! Untuk  sementara, kamu nggak usah membersihkan kamar juragan, ya! Biar aku aja!" lanjutnya.