"Ya, kalau nggak mau ke sana, tidur sajalah kamu, Dik! Aman dan nyaman!" usul sang kakak.
"Ah, Kakak! Orang aku tidak mengantuk malah disuruh tidur!" Linca menggerutu.
 "Atau main ke rumah Paman Kancil? Kalau mau sebentar setrikaan Kakak selesai, biar Kakak antar ke sana!" sang kakak menawarkan diri.
"Malas ah, rumahnya jauh. Biasanya jam segini dia belum bangun. Dia 'kan harus tidur siang setiap hari!" Linca menolak.
Tiba-tiba Linca mendapat gagasan. Dia pergi ke kamar ibu dan menelepon Nenek.
Sesudah bercakap-cakap sejenak, Linca mulai mengeluh, "Nek, kalau tiap hari begini Linca bisa mati. Bosannya setengah mati. Ayah pergi, Ibu pergi, Kak Lindo pergi. Cuma Kak Linci yang di rumah. Itu pun ia sangat sibuk. Di rumah serasa tak ada siapa-siapa!" keluhnya kesal.
"Wah, wah, jangan sebut-sebut mati. Bosan itu 'kan penyakit yang paling gampang diobati. Sudah setua ini Nenek tak pernah merasa bosan!"
"Tentu saja. Cucu-cucu yang tinggal sama Nenek segudang. Di sana 'kan selalu ramai. Di sini sepi!"
"Terlalu sepi itu tidak enak! Terlalu ramai juga tidak enak. Nah, begini saja. Kamu sabar sebentar. Nenek akan segera datang membawakan obat untuk penyakit bosanmu! Namanya jamu jemu!"
"Kok jamu, Nek? Pasti pahit dan nggak enaklah!" serunya.
"Siapa bilang? Kamu kan belum tahu! Ya, anggap saja obat pokoknya!"