Aku yakini jika Tuhan memberikan padaku kesempatan hidup meskipun dengan cara cerita masa lalu kelabu dan sebagai anak jadah atau anak haram, pasti Tuhan juga memberikan kepadaku kelebihan. Tidak selamanya Tuhan itu memberikan keterpurukan dan keburukan, tidak! Maka, aku yang harus aktif menggali potensi diri dan mengembangkannya bersama dan seizin Tuhan semata.
Ya, aku harus tetap bersyukur kepada Tuhan yang telah menciptakanku dan memberikan hidup dan kehidupan padaku. Aku harus bersyukur, sebagaimana Daud bersyukur, "Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Maz 139:14).
Tuhan sang Seniman Agung menciptakan manusia secara sangat istimewa. Tidak seperti ciptaan lainnya, kita diciptakan dengan gambar dan rupa Allah sendiri (Kej 1:26). Kita mendapatkan napas hidup langsung dari embusan Allah (2:7), tetap berada dalam telapak tangan dan ruang mata-Nya (Yes 49:16), dan sungguh semua itu memang benar-benar dahsyat dan ajaib. Bagi Daud, sulit rasanya untuk bisa memahami jalan pikiran Tuhan ketika Dia membentuk buah pinggang dan menenun kita sejak dalam kandungan. (Maz 139:13). Daud pun berseru, "Dan bagiku, betapa sulitnya pikiran-Mu, ya Allah! Betapa besar jumlahnya!" (Maz 139:17).
Aku percaya Tuhan pasti memiliki maksud tertentu dengan diciptakan-Nya aku sebagaimana hidupku ini. Meskipun terlahir sebagai anak haram, pasti Tuhan memiliki niat dan tujuan khusus, bukan? "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah Firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yer 29:11).
Demikianlah, akhirnya aku menerima apa yang menjadi kehendak-Nya. Aku mensyukuri keberadaanku. Tidak lagi mempermasalahkan kelahiranku sebagai anak haram, tetapi mengisi hidupku dengan aksi nyata yang berguna bagi diriku sendiri, keluarga, nusa, bangsa, dan agama.
Ya, penerimaan diri itulah yang melecutku untuk meraih cita-cita setinggi mungkin dengan tetap berharap kepada-Nya. Aku melanjutkan kuliah dengan cara ikut saudara sebagai ART, menggunakan waktu part time untuk bekerja di toko sebagai pramuniaga, ikut penjahit di depan rumah indekos untuk memperoleh uang pembeli lauk-pauk, dan berbagai hal positif lain untuk menambah uang saku. Adapun biaya kuliah, Tuhan menganugerahiku beasiswa selama tiga tahun.Â
Sebelum lulus, aku memperoleh jodoh dengan drama kehidupan yang lain. Akan tetapi, bersyukur suami pun mendukung asa dan cita-citaku.Â
Akhirnya, aku lulus menjadi sarjana. Bahkan, tujuh belas tahun berikutnya lanjut ke program magister. Sungguh, anugerah-Nya sajalah yang luar biasa hingga semua kuperoleh dengan lancar.
Kini, setelah usiaku melebihi setengah abad, baru aku tahu, bahwa sekalipun Tuhan menciptakan aku sebagai anak haram, anugerah-Nya tetap mengalir deras bagaikan Sungai Brantas dan Sungai Kapuas! Tidak pernah ditinggalkan-Nya aku sendirian menghadapi kasus demi kasus, masalah demi masalah dalam hidupku. Diberkati-Nya aku dengan segala kebutuhan manusia, kebutuhan yang menunjang hidupku. Dianugerahkan-Nya damai sejahtera yang meluber di dalam kehidupanku.
Kini aku menyadari bahwa apa pun yang terjadi padaku dahulu, bukanlah merupakan kemauanku, melainkan kehendak Tuhan semata. Tuhan memang berkenan menciptakan kita sedemikian rupa, tetapi tetap bertanggung jawab atas hidup dan kehidupan kita, senyampang kita tetap berpegang teguh pada jalan-Nya.
Dari kisah hidup yang kulalui ini bisa kuambil garis merah bahwa segala sesuatu memang sudah ditakdirkan-Nya sedemikian rupa.Â