TAK DISANGKA BUKAN TERSANGKA
Oleh Ninik Sirtufi Rahayu
Jam tangan menunjukkan pukul sembilan pagi. Dia berjalan menyusur jalan dengan gontai. Dilewatinya jalan setapak menuju sebuah rumah yang kebetulan terletak terpencil di perkampungan. Tepatnya di area persawahan karena belum ada banyak bangunan di daerah itu.
Menuju rumah itu harus melewati area persawahan di dekat perbukitan dan melalui jembatan sementara yang terbuat dari gelondong beberapa batang bambu. Jembatan itu melintang di atas sebuah sungai jernih yang salah satu pangkalan landainya menjadi tempat para ibu mencuci pakaian secara berjamaah.
Tinggi badan wanita itu sekitar 168 cm sehingga tampak menjulang dibanding dengan perempuan kampung yang didatangi. Wajahnya sangat ayu dengan kulit kuning langsat, bersih tanpa cacat cela. Rambut ikal bergelombang sebahu dengan model  diurai lepas, tetapi tampak anggun memesona.
Senyum selalu ditebarkan kepada siapa pun yang dijumpai. Tatapan lembut dan sayu yang terpancar dari aura raut mukanya mengundang iba siapa pun yang melihat. Sementara busana yang dikenakan berupa dress di bawah lutut,  dengan jenis kain hight quality  class yang melambai jatuh dengan lembut. Â
Entah dia hendak ke mana. Wajah dirasa asing sehingga membuat penduduk sekitar yang berpapasan pun berduyun mengikuti langkah kakinya di belakang tanpa sepengetahuannya hingga panjang mengular. Sebuah hand bag berselempang bertengger di pundak dan sebuah koper beroda yang diseretnya menarik perhatian warga. Bagaimana tidak? Seolah bidadari turun dari pesawat yang tidak cocok berada di daerah kampung terpencil seperti itu!
Bisik-bisik tetangga keheranan mempertanyakan siapa gerangan wanita cantik memesona itu dan hendak menuju ke mana dia. Sesekali dilihatlah semacam kertas catatan yang dipegangnya. Tetiba dering telepon genggam yang berada di hand bag-nya berbunyi nyaring. Ia berhenti untuk mengambil gawai tersebut dan menerima telepon dari seseorang.
Dipandanglah area  sekitar untuk memberitahukan dia sedang berada di mana. Rupanya posisinyalah yang ditanyakan si penelepon. Suara merdu itu pun menggema di seluruh area persawahan dengan padi menghijau mulai bertumbuh itu.
Sejenak kemudian, tergopoh-gopoh lelaki flamboyan menjemputnya dari arah kejauhan. Lelaki yang tinggal sendiri di sebuah rumah permanen agak terpencil itu, dengan gaya waria menjemput melalui jalan setapak. Suara bariton dan gaya bicara mengundang senyum geli siapa pun yang melihat kegenitannya.
Direbutlah koper yang dibawa sang tamu menuju rumahnya. Sebuah bangunan gedung semipermanen agak lumayan bagus yang sudah tampak dari jauh karena tanpa tetangga. Diberondongnya dengan berbagai pertanyaan sehingga si wanita tak sempat menjawab. Senyum manis dan tatapan berbinarlah yang diperlihatkan sambil berjalan mengikuti langkah lelaki itu.
Menyadari bahwa diikuti beberapa orang secara mengular, lelaki banci tersebut menghardik.