***
Malam hari  Nadya menceritakan apa yang dilihat itu kepada sang suami. Prasojo  pun kaget luar biasa. Dia tidak menyangka bahwa Vivi hamil. Dia tahu persis bahwa yang di dalam rahim Vivi itu adalah anaknya, maka sang suami pun bungkam. Dia menyesal  tidak mengetahui Vivi hamil. Namun, ada kebahagiaan  luar biasa karena ternyata bahwa sebentar lagi ia bakal menjadi seorang ayah. Hal yang sangat didambakan sejak sepuluh tahun terakhir.
Melihat dan menatap tajam netra  suami yang diam membisu, sang istri pun paham. Nadya paham banget bahwa suaminya sudah sangat lama merindukan kehadiran buah hati. Maka ketika dilihatnya diam, Nadya  paham. Kemungkinan besar ...  ayah dari janin yang ada di perut Vivi adalah suaminya sendiri.
Nadya merasa berada di persimpangan. Di satu sisi dia bahagia karena suaminya akan menjadi seorang ayah dan bukan dari orang lain, melainkan dari keponakan sendiri, darah dagingnya sendiri. Namun, bagaimana pun hatinya terkoyak juga. Cepat atau lambat, dia pasti akan ditinggalkan oleh Prasojo karena ketidakmampuannya memberikan keturunan. Hati Nadya teriris, tetapi dia tidak bisa menyalahkan Tuhan dan takdir yang harus diterima. Nadya mencoba tabah, tawakal, dan ikhlas.
"Apa yang harus kita lakukan untuk menyelamatkannya, Mas? Sudah tidak mungkin lagi dia melanjutkan sekolahnya tahun ini. Jika toh masih harus melanjutkan sekolahnya, setelah melahirkan baru bisa. Itu pun Vivi harus kita ungsikan jauh-jauh dari teman-temannya agar aib ini tidak terbongkar!" katanya dengan gemetar.
"Maafkan aku, Dik!" katanya singkat.
"Mas ayah dari janin itu, 'kan?" ditatapnya tajam netra sang suami. Dituturkanlah kata itu sedikit bergeletar.
Sang suami mengangguk sambil menangkupkan telapak tangan ke muka. Dia terguguk.
Tiba-tiba Prasojo merangkul Nadya sangat erat dan merosot merangkul dua kaki Nadya yang sedang berdiri gemetar di depannya.
"Maafkan aku, Dik! Aku khilaf!" lirihnya tergugu.
"Jujur aku sangat mencintaimu. Tapi, Adik juga pasti tahu kalau aku sangat merindukan seorang anak, sementara kita belum dikaruniai-Nya. Akhir-akhir ini aku jatuh cinta kepadanya! Maafkan aku! Kami melakukannya berkali-kali. Kami saling mencintai," kata suami terbata-bata. Dari  netranya mengalir deras air mata yang selama ini tak pernah dilihatnya.