Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Menulis sebagai refreshing dan healing agar terhindar dari lupa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dengan bahagia apa yang mampu ditulis saja

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Damar Derana (Part 10)

19 Mei 2024   09:52 Diperbarui: 19 Mei 2024   10:32 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Sebutir Pil Pahit

Semula  Nadya tidak mengetahui apa-apa. Tidak ada yang berubah dari sikap dan penampilan Vivi. Satu hal yang berubah adalah badan Vivi tampak kian berisi. Pipinya tampak makin chuby. Namun, tidak ada hal-hal aneh. Semua biasa saja. Sampai kira-kira usia janin dalam rahim kemenakan memasuki  hitungan bulan keenam. Saat itulah  diketahui bahwa perut Vivi sudah tampak membukit. Cara jalan pun kian aneh, sangat kaku.


Prasojo pun tidak berubah. Tidak ada hal yang mencurigakan sama sekali. Sampai suatu saat Nadya memergoki Vivi yang sedang berganti baju dan lupa tidak mengunci pintu kamar.


"Aduhhh ...! Badanku melar! Ini pinggang seragam nggak ada yang muat!" keluhnya.


Ya, baju Vivi sudah banyak yang tidak muat karena ukuran pinggang berubah drastis. Dia mencari-cari baju yang bisa muat sehingga beberapa baju dibiarkannya berantakan di ranjang.


Vivi pun tidak menyadari kalau tubuhnya berubah total. Dikira gemuk saja karena akhir-akhir ini dia suka sekali makan. Bahkan, sehari dia bisa makan empat lima kali. Belum lagi camilan yang tak terhitung. Namun, tidak seorang pun memperhatikan dan mengomentari perubahan drastis raganya itu. 


Sementara Prasojo justru memujinya kian cantik. 

"Makin seksi saja, nih pujaan hatiku! Hihi ... padat berisi!" senyumnya sambil memuji di dalam hati. 

Dia sangat senang melihat tampilan  sang putri yang gemuk, montok berisi, dan sehat. Tidak langsing lagi seperti bulan-bulan sebelumnya. Dipikir memang perkembangan fisik saja seiring pertambahan usia. Makin dewasa! Akan tetapi, dia sama sekali tidak berpikir bahwa kekasihnya itu mengalami sesuatu yang luar biasa. Bahkan, dia juga tidak pernah menduga kalau belahan hati sedang berbadan dua.  


Dari ambang pintu, sangat kaget sang bibi melihat kondisi fisik si jelita. Dilihatnya dua bukit di dada sang kemenakan begitu keras dan tegak berisi. Apalagi saat diperhatikan kian ke bawah. Ketika tampak perut sedikit membukit, dirabanya perlahan. Sang bibi tanggap. Langsung  dipeluklah Vivi dengan mesra. Meski demikian, dia tidak menduga bahwa sang suamilah yang telah menitipkan benih bernyawa itu di rahim kemenakan. Nadya meraba perlahan perut Vivi dan mendapati bahwa ada sesuatu yang hidup dan bergerak di sana.

"Aku harus bijak. tak boleh menghakiminya semena-mena. Pasti Vivi tidak sadar bahwa kehamilan di luar nikah ini sangat rawan di mata masyarakat. Hmmm .... Anak muda memang tidak bisa berpikir panjang, apalagi jernih. Biarlah musibah ini kubantu mengatasinya dengan bijak!" janjinya di dalam hati.

Vivi sedang terpuruk ke dalam masalah serius. Sebagai ibu angkat, Nadya akan cancut tali wondo, membantu hingga tuntas. Kalau perlu segera dinikahkan dan diungsikan ke luar kota!  Tidak boleh gegabah menanganinya, kasihan Vivi. Jangan sampai psikisnya juga terguncang. Nadya berpikir rasional dan  bertekad hendak mengadopsi si baby nantinya. 


Kaget sekaligus kagum. Hal yang selama ini sangat dirindu dan didamba, ternyata justru si kemenakanlah yang memperoleh kesempatan itu. Sedikit iri, tetapi dia tetap bersyukur. Ada yang harus dilakukannya dengan segera menanggapi kondisi fisik si jelita.
Sambil menghela napas dan mengembuskan perlahan serta hati-hati, dirabalah permukaan perut membukit itu. Sekaligus dengan mengecek puncak bukit yang ternyata menghitam sempurna. Artinya, kedua bukit itu siap bekerja. Kelenjar penting bagi kehidupan itu siap menghasilkan karya.


"Maaa ... geli, ah!" seru Vivi manja.


Dengan netra sendu, Nadya  menanyai Vivi dengan lembut siapa ayah dari janin yang ada di dalam rahimnya itu, Vivi sedikit memundurkan diri sambil sontak membelalak.


Namun, ia bungkam seribu bahasa. Hanya air mata penjawabnya. Sungguh, si jelita tak pernah menyangka kalau hasil kerja lembur yang selama ini mereka laksanakan telah menghadirkan buah mahakarya ilahi di dalam rahimnya. Kaget sekali dia. Apalagi ... sang kekasih hati adalah suami sang bibi. Kaget, bingung, takut berbaur menjadi satu hingga mulutnya terkunci rapat.


"Pantas ... kadang seperti ada perasaan ... semacam ditarik-tarik dari dalam sana," batin Vivi ikut-ikutan meraba seluruh area tengah raganya itu.


 Vivi meneteskan air mata dalam diam.


Saat itulah, hati Nadya mulai waswas, "Jangan-jangan .... Ah, tidak!" ditepisnya suara hatinya yang dirasa negatif itu.


"Ah, ... siapa tahu Vivi sudah memiliki seseorang di luaran sana, tetapi takut sehingga terjadi malapetaka ini," hiburnya dalam hati.


Vivi pun tidak mungkin mengaku jujur.  Dia tidak bisa membongkar rahasia besar yang telah mereka lakukan bersama suami sang bibi. Aktivitas nonstop yang mereka lakukan sepanjang kepergian sang bibi itu ternyata benar-benar mengubah jalan hidupnya.  
Maka, Nadya membiarkan Vivi tenang dan tidak mengusik lagi dengan pertanyaan serupa. Nadya berjanji di dalam hati hendak menyelidikinya pelan-pelan.


"Sayang ... apakah kamu sudah merasakan semacam keduten? Denyut-denyut gitu?" tanya Nadya perlahan.


Vivi menggeleng perlahan, tetapi Nadya paham bahwa sang kemenakan pasti belum menyadari kalau janin telah berdenyut. Si janin telah bernyawa. Nadya bahkan ingin sekali mengajaknya melakukan USG agar diketahui pasti jenis kelamin dan usia kandungannya. Kalau perlu sekalian tes DNA juga, pikirnya.

***

Malam hari  Nadya menceritakan apa yang dilihat itu kepada sang suami. Prasojo  pun kaget luar biasa. Dia tidak menyangka bahwa Vivi hamil. Dia tahu persis bahwa yang di dalam rahim Vivi itu adalah anaknya, maka sang suami pun bungkam. Dia menyesal  tidak mengetahui Vivi hamil. Namun, ada kebahagiaan  luar biasa karena ternyata bahwa sebentar lagi ia bakal menjadi seorang ayah. Hal yang sangat didambakan sejak sepuluh tahun terakhir.


Melihat dan menatap tajam netra  suami yang diam membisu, sang istri pun paham. Nadya paham banget bahwa suaminya sudah sangat lama merindukan kehadiran buah hati. Maka ketika dilihatnya diam, Nadya  paham. Kemungkinan besar ...  ayah dari janin yang ada di perut Vivi adalah suaminya sendiri.


Nadya merasa berada di persimpangan. Di satu sisi dia bahagia karena suaminya akan menjadi seorang ayah dan bukan dari orang lain, melainkan dari keponakan sendiri, darah dagingnya sendiri. Namun, bagaimana pun hatinya terkoyak juga. Cepat atau lambat, dia pasti akan ditinggalkan oleh Prasojo karena ketidakmampuannya memberikan keturunan. Hati Nadya teriris, tetapi dia tidak bisa menyalahkan Tuhan dan takdir yang harus diterima. Nadya mencoba tabah, tawakal, dan ikhlas.


"Apa yang harus kita lakukan untuk menyelamatkannya, Mas? Sudah tidak mungkin lagi dia melanjutkan sekolahnya tahun ini. Jika toh masih harus melanjutkan sekolahnya, setelah melahirkan baru bisa. Itu pun Vivi harus kita ungsikan jauh-jauh dari teman-temannya agar aib ini tidak terbongkar!" katanya dengan gemetar.


"Maafkan aku, Dik!" katanya singkat.


"Mas ayah dari janin itu, 'kan?" ditatapnya tajam netra sang suami. Dituturkanlah kata itu sedikit bergeletar.


Sang suami mengangguk sambil menangkupkan telapak tangan ke muka. Dia terguguk.


Tiba-tiba Prasojo merangkul Nadya sangat erat dan merosot merangkul dua kaki Nadya yang sedang berdiri gemetar di depannya.


"Maafkan aku, Dik! Aku khilaf!" lirihnya tergugu.

"Jujur aku sangat mencintaimu. Tapi, Adik juga pasti tahu kalau aku sangat merindukan seorang anak, sementara kita belum dikaruniai-Nya. Akhir-akhir ini aku jatuh cinta kepadanya! Maafkan aku! Kami melakukannya berkali-kali. Kami saling mencintai," kata suami terbata-bata. Dari  netranya mengalir deras air mata yang selama ini tak pernah dilihatnya.


"Bagaimanapun aku senang karena sebentar lagi aku akan menimang anak! Aku akan menjadi seorang ayah, Dik!" lanjutnya sambil tetap berada di kaki Nadya.


Mengurai pelukan suami di kakinya itu, Nadya berucap tegas,  "Kalau begitu kita harus segera mencari jalan keluar Mas, sebelum segala sesuatu menjadi buruk. Menurutku, bagaimana kalau kita pindah ke luar kota untuk menyembunyikan ini semua? Nanti kalau Mas misalnya mau menikahi Vivi, tetangga kita sudah berbeda sehingga tidak ada suara sumbang. Bagaimana?"


"Adik ikhlas jika Mas menikahi Vivi?"


"Harus! Kasihan Vivi dan baby-nya jika Mas tidak menikahinya!"


"Terima kasih, Dik!" kata suaminya sambil memeluknya erat-erat.


"Dengan menikahinya, Vivi pun aman. Artinya, rasa malu atau takutnya akan terkikis seiring kejelasan status saat menunggu kelahiran si baby itu. Biarlah aku akan tetap mendampingi, tetapi kita harus pindah tempat. Lalu, sementara Vivi status terminal dahulu. Kelak sesudah melahirkan, kita pindahkan sekolahnya asal dia masih mau bersekolah. Jika dia tidak mau bersekolah lagi, ya sudah biar mengurusi baby-nya saja!"


"Sekali lagi terima kasih atas pengertian Adik!" katanya sambil mengusap air mata yang tiba-tiba merembes dari netra.


"Sekarang, Mas harus ke kamar Vivi!" pinta Nadya, "Lakukan sesuatu yang menentramkan hatinya agar dia tidak takut, malu, dan cemas! Vivi belum paham kalau dia sedang hamil, Mas! Cepat ke sanalah! Abaikan perasaanku! Vivi lebih penting saat ini!"


Sebenarnya di dalam hatinya bergejolak. Hatinya sangat sakit. Namun, itu semua ditahan demi keutuhan dan ketenangan rumah tangganya. Segera sang suami pun melompat  menuju kamar Vivi. Ditinggalkannyalah sang istri yang tergugu dan harus menelan pil pahit seorang diri. Hatinya hancur, sehancur-hancurnya! 

bersambung 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun