Belo melihat pada dirinya. "Uhhh, ... warnaku kusam! Hanya satu warna pula, coklat kusam dana buram!"
Tetiba saja dia merasa malu dan minder. Belalang diam, tetapi tetap memandangi keindahan dan kemegahan sayap Kupi. Sangat jauh berbeda antara dirinya dengan Kupi yang lincah dan indah itu.
"Hei, Sahabat! Mengapa kamu diam melamun?" tanya Kupi mencairkan suasana beku.
"Hmmm, ... iya ... iyaa ... A-aku ... aaakuuu ...!" Belo menjawab tergagap. Ia malu sekali.
"Ada masalah apa? Katakanlah! Siapa tahu aku bisa membantumu!" tutur Kupi agak merayu.
"Pergilah mencari madu dulu. Nanti jika sudah kenyang, kembalilah ke sini, Kawanku! Aku perlu nasihatmu, tetapi aku juga masih agak mengantuk. Pas kamu selesai mencari madu, kantukku pasti sudah sirna!" kata Belo.
"Baiklah, aku pergi dulu sebentar saja. Kulihat di seberang banyak bunga liar! Tidurlah, sebentar, Â jika kenyang nanti, aku pasti kembali kemari!"
"Baiklah, hati-hati, ya!"pesan Belo.
Selama ditinggal oleh Kupi, Belo menimbang-nimbang. Apakah perlu dia bertanya kepada Kupi. Apakah kawannya ini tidak menghinanya nanti? Hmmm ... iya, tidak. Iyaa, tidakk ... galau hatinya sehingga kantuknya pun tiba-tiba sirna.
Ternyata Kupi tidak mengingkari janjinya. Belum satu jam dia sudah kembali mengunjungi Belo. Ia berayun-ayun di pucuk tangkai bunga rumput liar, lalu sapanya manis, "Belo, sahabat baikku. Aku sengaja datang untukmu. Ceritakanlah masalahmu, dengan senang hati aku akan membantumu!"
"Hmmm ... apakah kamu bisa menjaga rahasiaku?" tanya Belo ragu.