"Ohh, ... iya, kita lupa!" kata panitia.
"Oh, ... gini aja, kapan ada pelayanan lagi, Dok! Nanti kami siapkan susu kambingnya, dengan catatan jika ada yang pesan! Karena tidak semua suka susu kambing, kan?" kata perangkat desa memberikan solusi cerdasnya.
"Sayang, ya Pak. Hujan takkunjung reda. Padahal saya pingin melihat-lihat kebun kopinya!" kata saya sebelum berpamitan pulang.
"Iya, Bu. Jika ke sini sekitar bulan Juni Juli gitu loh, Bu! Nanti bisa berjalan-jalan atau barangkali membantu memetik kopi!" kata aparat desa mempromosikan wilayahnya.
Kami hanya manggut-manggut mendengar uraiannya.
"Jalanan yang menanjak berliku, tanah basah oleh hujan, dan aroma wangi kembang kopi pasti akan membuat hati rindu datang kembali, Bu!" ujar si pemilik rumah pula.
"Nasi jagung dan bothok katuknya juga ngangenin kok, Bu!" ujar dokter Trisulo yang rupanya kesengsem dengan bothok daun katuk.
"Boleh diasto Pak, Buk ... kagem oleh-oleh!" katanya bersemangat.
Nah, kami masing-masing memperoleh sebungkus nasi jagung dan bothok daun katuk untuk buah tangan.
"Wuaahh, ... luar biasa. Terima kasih, Bu!" sahut kami hampir berbarengan.
"Menu istimewa! Tetapi tidak mengalahkan rasa istimewa kopi robustanya!" teriak salah satu dari kami.