Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Denting Hujan di Kebun Kopi

4 Mei 2024   06:55 Diperbarui: 4 Mei 2024   09:34 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ya, para mahasiswa yang diajak dalam pengabdian masyarakat tersebut ada yang masih duduk di semester 3, 5, dan 7. Di antara mereka ada yang bertugas mencatat dan mendata pasien, ada yang memandu dan bertugas untuk mengukur tensi, berat badan, dan tinggi badan pasien. Ada pula yang melayani di bidang obat-obatan sesuai resep dokter.

Anak kecil yang terjatuh tadi, ternyata lututnya berdarah dan terluka robek terkena batu runcing sehingga harus dijahit oleh dokter yang siap di tempat ini. Teriakan dan tangisnya mengalahkan suara angsa yang dari tadi berkeliaran di halaman sambil mencari sasaran betis orang-orang yang lewat. Tidak seorang pun di antara pengunjung atau pengantar pasien yang berani membantu mengandangkannya, apalagi mendung putih masih setia menjatuhkaan airnya dari langit. Kata orang, mendung yang begini benar-benar membuat hujan sangat awet! Takkunjung reda.

Niatku untuk berjalan-jalan di kebun kopi sambil memetik dan menikmati buah kopi masak pohon pun tak kesampaian. Sedih ... Hanya mendengar denting hujan di lebatnya area perkebunan kopi rakyat..

Tatkala arlojiku menunjukkan angka 13.30 selesailah sudah acara pengobatan gratis di desa itu. Tinggal menunggu bungsuku yang mendapat tugas mobilitas berkunjung ke rumah-rumah pasien yang tidak dapat datang, seperti mereka yang menderita stroke, sudah sangat sepuh, penglihatannya terganggu, dan pasien parah yang lain.

Para petugas mengemasi semua peralatan yang telah dimanfaatkan. Setelah pengemasan selesai, bungsuku pun tiba dengan basah kuyup. Untunglah dia telah mempersiapkan baju dari rumah sehingga bisa berganti pakaian kering.

Namun, sekilas kulihat senyum mengembang di bibirnya yang nyigar jambe. Bibir dengan cekungan yang menambah manis senyumnya. Ada kepuasan tersendiri karena tugas menjelang keberangkatannya ke Texas lumayan berhasil. Di akhir pertemuan dia berpamit dan mohon restu agar tugasnya di luar negeri beres sehingga bisa melanjutkan pelayanan pengobatan gratis kembali ....

Pukul 14.00 kami makan siang bersama. Sudah agak lewat sih, tetapi justru makan saat lapar itu menjadi nikmat. Tuan rumah menambahkan menu kami dengan menu ala desa: nasi jagung, oseng daun dan bunga pepaya, serta bothok daun katuk. Nah, ada yang spesialkah? Tentu ada, yaitu daging menthog dimasak bumbu pedas.

Semua mengisi perut dengan lahap apalagi manakala dihidangkan kopi hangat.

"Wuaahh, ... ini dia yang ditunggu-tunggu! Minum kopi di perkebunan kopi saat hujan turun tidak berhenti!" teriak salah seorang dokter yang penyuka kopi.

Semua tertawa. Lelah selama berpraktik dalam pengabdian dan pelayanan gratis hari ini pun sirna karena secangkir kopi hangat yang membuarkan aroma khas!

"Lah, ... kok kita nggak pesan susu kambing etawwa, ya!" kata salah seorang dokter yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun