"Hai, Nin! Mau kugendong untuk melihat namamu?" candanya. Semua teman yang ada pun menoleh ke  arahku sambil tertawa.
"Ahhh. enggak, Mas. Aku pasti lulus, kan?" selorohku menimpali candaannya.
Kami pun tertawa berderai.
"Coba kulihatkan, ya Nin!" serunya. "Iya, ada kok! Namamu di urutan nomor dua malah, Nin!"
"Terima kasih, Mas! Rasanya aku bisa memercayaimu dan tak perlu lagi repot-repot mengantre. Benar, kan?" selorohku sambil meninggalkan kerumunan itu.
Mas Bram tertawa lalu mengejar dan menjejeri langkahku.
"Kita akan ke mana sekarang, Nin?" Â tanyanya.
"Mencari tempat yang adem, Mas!" jawabku mantap.
"Ok. Aku akan memboncengmu. Kita pulangkan dahulu motormu ke rumah. Setuju?" usulnya. Aku cuma mengangguk dan langsung menuju ke arah parkiran motor.
"Boleh aku ganti dengan baju santai, Mas?" Â tanyaku sesampai di rumah.
"Boleh. Aku juga membawa baju ganti, kok. Nanti aku ganti baju di sana!"