***
Mother, how are you today?
Mother, don't worry, I'm fine
masih tersisa bait lirik lagu yang mengusik relung hatiku itu ...
Air  netraku pun masih mengalir deras tak tertahankan, bahkan tanpa terasa aku sesenggukan. Aku memberi tanda sign kiri, kutepikan kendaraan di pinggir jalan, dan aku diam menata napas.
"Maafkan aku, Buk ... selama ini jangankan aku memberikan hatiku padamu, memanggilmu saja masih tetap dengan sebutan 'Mbak'. Maafkan aku yang seolah tidak mengakuimu sebagai ibuku. Padahal, aku yakin, di hatimu pasti ada namaku yang Ibuk sebut. Aku iri dengan kesembilan adikku yang bermanja denganmu, maafkan aku Buk!"
Beberapa saat aku menyelesaikan isakku di tepi jalan. Ketika hati sudah tertata, kulanjutkan perjalanan menyusuri jalanan di kotaku.
***
Saat ini, ketiga putraku sudah berada di tempat jauh. Mereka sudah berhasil meniti karier. Sudah mapan. Akan tetapi, karena kesibukannya, mereka sering melupakan aku. Sulung berada di luar pulau, si tengah berada di ibu kota, bahkan bungsu masih berada di luar negeri dalam rangka studi mengambil doktornya. Mereka memang dianugerahi intelegensi luar biasa sehingga beroleh beasiswa hingga mancanegara.
Tirta netra pun tak terhindarkan tumpah lagi kesekian kalinya hingga pandanganku kabur. Tidak adakah mereka mengingatku? Mungkin, karena ketiga mereka lelaki, tidak ada yang mengingatku sebagai ibunya. Padahal, tidak jarang aku merindukannya. Di  dalam hatiku selalu mendoakannya setiap saat. Bahkan, setiap embusan napasku!
Kemarin malam pun aku memimpikan si sulung. Mungkinkah karena rasa rinduku yang menggunung? Aku jadi teringat akan masa mudaku. Aku pun tidak pernah merindukan ibuku karena tidak pernah tinggal serumah dengannya. Lalu, kalau sekarang aku merasa tidak dirindukan oleh ketiga putraku, apakah ini sebagai karma? Aku tidak tahu. Aku pun tidak bisa memprotes mengapa Tuhan membuat masa kecilku tidak dekat sehingga tidak merasa dekat dengan ibuku.