Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku tunggal 29 judul, antologi berbagai genre 170 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mother How Are You Today

30 Maret 2024   08:17 Diperbarui: 30 Maret 2024   18:43 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku pun setuju. Mbak Har itu sebenarnya adalah ibu kandung yang setelah melahirkan dan menitipkanku ke tangan nenek sambung, menikah lagi. Oleh karena itu, aku terbiasa dan dibiasakan untuk memanggilnya dengan sebutan 'Mbak' bukan Bu atau Ibu.

Aku memanggil nenek sambung dengan sapaan 'Ibu' dan kakek kandung dari pihak Ibuku sebagai 'Bapak'. Mereka berdualah yang mengasuhku sejak bayi merah hingga menikah, bahkan telah memiliki dua anak saat itu.

Mendengar berita ibu kandungku sakit di rumah sakit, jantungku berdetak kencang, dan segera aku mengiyakan. Kami berdua langsung menuju rumah sakit daerah tidak jauh dari kampus tempatku mengajar, tepatnya menggantikan mengajar.

Sesampai di rumah sakit, jam besuk sudah berakhir karena sudah melebihi pukul 17.00. Aku merengek dan menangis, memohon kepada petugas karena aku memang dari Malang dan pulang mengajar 16.45. Tentu saja sudah melewati batas besuk. Aku berjanji hanya cukup lima menit saja.

Bersyukur, dengan pengawalan, kami berdua diizinkan masuk ruang inap perawatan. Sekali lagi hanya diberi waktu lima menit. Aku langsung menangis. Teringat bahwa sampai seumur itu aku selalu memanggilnya 'Mbak' dan bukan 'Ibu'.

"Jangan menangis. Anakku sepuluh. Jangan menangis, dadaku panas," hanya itu yang diucapkannya. Aku bahkan tidak bisa berhenti menangis.

Karena sudah dikode, aku pun mengambil amplop yang tadi kuperoleh dari kampus. Kutinggalkan buat ibuku. Aku tidak boleh lama-lama. Aku pun pamit dan ibu tetap mengatakan yang sama.

"Jangan menangis!" dikatakannya berulang-ulang.

Aku teringat saat masih kecil ketika membutuhkan uang entah untuk apa aku lupa, ibuku mengambilkan uang simpanannya yang disisipkan di dinding bambu rumahnya untukku.

"Jangan bilang siapa-siapa. Gunakan uang ini untuk kebutuhanmu!" pertama dan terakhir kali aku menerima uang dari ibuku.

Aku pun memberikan amplop honor itu, ternyata pertama dan terakhir kalinya karena tidak sampai satu bulan kemudian, ibuku pulang ke pangkuan Tuhan Yang Maha Pengasih. Ibuku menderita sakit jantung. Padahal adik bungsuku masih belum lulus kuliah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun