Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis novel: Damar Derana, Tresna Kulasentana, Centini, Gelang Giok, Si Bocil Tengil, Anyelir, Cerita Cinta Cendana, Rahim buat Suamimu, dll. Buku tunggal 29 judul, antologi berbagai genre 169 judul.

Masih terus-menerus belajar: menulis, menulis, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Bawah Pohon Kamboja

29 Maret 2024   17:14 Diperbarui: 29 Maret 2024   17:22 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

'Menanti di Bawah Pohon Kamboja' judul lagu zaman dulu yang dinyanyikan oleh alm. Rahmad Kartolo sayup terngiang secara audible di telinga. Memori ingatanku pun kembali ke beberapa tahun silam. Lagu ini dulu sering dilantunkan seseorang yang spesial bagiku jika kami berdua sedang berjalan kaki dan melihat pohon atau bunga kamboja hias di perumahan elite menuju kampus. Suaranya yang merdu membuatku tersenyum sehingga perjalanan tidak terasa melelahkan. Ya, kami mencari tempat indekos agak jauh dari kampus dengan alasan lebih murah.

"Dik, kelak kalau aku lebih dulu dipanggil Tuhan, kamu kutunggu di bawah pohon kamboja, ya!" selorohnya suatu saat.

"Ih, nggak mau! Kalau aku ditunggu di bawah pohon kamboja, belum tentu itu ragamu, 'kan? Bagaimana kalau ...!"

"Iya, ya ... benar. Kita nggak mau menjadi hantu yang menghantui, 'kan ya!" potongnya.

"Lah, iya. Benar! Jadi, nggak usah ditunggu atau menunggu!" pintaku tegas.

 "Ih, sudah ah, jangan membahas yang horor!" lanjutku.

"Hehehe ... iya, apalagi ini malam Jumat!" serunya. "Harusnya ... kutunggu di gerbang surga saja, kan?"

"Mas, apa-apaan sih, ahh ...!" 

Tentu saja membuatku semakin mrinding karena saat itu kami berdua sedang berada di luar rumah. Tepatnya, kami sedang berjalan menuju pulang dari kampus ke arah indekos. Pada suatu senja temaram dan melintasi sebuah makam. Di tengah terdapat jalanan setapak yang digunakan masyarakat sebagai jalan lintas mempercepat tiba di rumah.

"Dik, tunggu!" Dipungutnya sekuntum kamboja segar di dekat kakinya lalu disematkan di telingaku.

"Ih, Mas! Apaan, sih! Ayo, cepat pulang!" tarikku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun