Mohon tunggu...
Ninik Karalo
Ninik Karalo Mohon Tunggu... Guru - Pendidik berhati mulia

Fashion Designer, penikmat pantai, penjelajah aksara-aksara diksi

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Sokongan Bahasa Daerah serta Bahasa Asing Sangatlah Penting dalam Menumbuhkembangkan Bahasa Indonesia

10 Agustus 2020   07:50 Diperbarui: 10 Agustus 2020   08:02 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perlunya Kata Serapan dalam Menumbuhkembangkan Bahasa Indonesia, Sokongan Bahasa Daerah serta Bahasa Asing sangatlah Penting

Jujur! Saya iri terhadap penuntur bahasa masyarakat Jawa. Mereka dengan percaya dirinya dan tanpa malu-malu berbahasa Jawa di mana saja, bahkan di senetron- sinetron pun mereka melabrak habis dialog dalam bahasa daerahnya. Rasa iri itu mendorong saya melakukan sesuatu. Apa itu? Bacalah tulisan ini hingga tuntas!

Bahasa Indonesia itu hidup, bertumbuh dan dan berkembang. Itu artinya luwes dan tidak kaku. Namanya juga bertumbuh dan berkembang. Ibarat seorang bayi, dalam tumbuhkembangnya ia harus diberi susu dan makanan bergizi, beserta asupan lainnya. Sokongan gizi itulah bakal menunjang tumbuhkembangnya. Mungkin hingga dewasa atau selama masih bernafas. Seperti juga bahasa, khususnya bahasa Indonesia.

Pernahkah terlintas di kepala Saudara, dari mana asal bahasa Indonesia? Dalam sejarah Bahasa Indonesia ada yang namanya kata serapan.

Kata serapan dalam bahasa Indonesia adalah kata yang berasal dari bahasa lain (bahasa daerah/ bahasa luar negeri) yang kemudian ejaan, ucapan, dan tulisannya disesuaikan dengan penuturan masyarakat Indonesia untuk memperkaya kosakata. -KBBI

Lahirnya bahasa Indonesia, mestinya kita melirik ke belakang. Sudah pasti memiliki sejarah panjang dan dengan segala perubahan bentuk serta makna. Banyaknya kata serapan ternyata berasal dari sekian banyak bahasa asing dan bahasa daerah.

Mari kita lirik sebuah buku, ditulis oleh Alif alias Danya Munsyi alias Yopi Tambayong alias Remy Silado berjudul "9 dari 10 kata Bahasa Indonesia adalah Asing". Cara Yopi alias Remy Silado mencontohkan iklan dari laman pencarian jodoh yang ditulis harian Kompas sedikit menggelitik saya.

Seperti ini...

"Gadis 33, Flores, Katolik, Sarjana, karyawati, humoris, sabar,
setia, jujur, anti merokok, anti foya-foya, mengidamkan jejaka max 46, min 38,
penghasilan lumayan, kebakan, romantis, taa, punya kharisma."

Jika membaca sekilas, nampak biasa-biasa saja. Maknanya pun langsung bisa ditangkap. Dulu itu, cara mencari jodoh unik. yaa, seunik asal muasal masing-masing kosakata yang punya kisah sendiri-sendiri ternyata.

Perhatikan bentuk, makna  dan asalnya! 

Gadis (Minangkabau), Flores (Portugis: floresce), Katolik (Belanda: katholik), sarjana (Sanskerta: sajjana), karyawati, (Sanskerta: karya+wati), humoris (Belanda: humorist), sabar (Arab: sabr/sabrah), setia )Sanskerta), jujur (Jawa), anti merokok (Belanda:anti+roken), mengidam (Tamil: ittam), jejaka (Sunda: jajaka), max (Belanda: maximal), penghasilan (Arab: hasil), lumayan (Jawa), kebapakan (Cina: baba), romantis (Belanda: romantisch), taat (Arab: ta'a/thawa'iyat), punya (Sanskerta: Empu), kharisma (Belanda: charisma).

Ternyata bahasa Indnesia yang kita milki  adalah hasil serapan dari bahasa lain?    

Berapa banyak bahasa Asing yang sudah menjadi bahasa baku dalam bahasa Indonesia. Itu berasal dari kata serapan juga. Apalagi sebagian orang Indonesia sangat bangga bisa menyelip-nyelip bahasa Asing dalam penuturannya (termasuk saya, Hhh..).

Kosakata bahasa asing antara lain; tetapi (dari bahasa Sanskerta: namun), mungkin (dari bahasa Arab mumkinun:?, barangkali), kongko (dari bahasa Hokkien: bercakap), meski (dari bahasa Portugis mas que: walau), dll.  

Berapa banyak bahasa daerah dari kata serapan yang sudah menjadi kata baku dalam bahasa Indonesia. Bahasa Jawa memiliki 1109 kosakata di posisi atas dari banyaknya kosakata yang menjadi kata serapan. Kata serapan dari bahasa Jawa: anglo: perapian dapur kecil dengan arang bahan bakarnya, cungkup: rumah kubur, dempul: bahan dari kapur, minyak cat sebagai bahan penutup lubang pada kayu, dsb.

Sementara Mingkabau di urutan kedua. Kosakatanya: teragak (terbata-bata, gagap), agun (jaminan, garansi), ajak (membujuk, memengaruhi), ajun (berbelok, menyimpang, keluar rel), alang (ilalang, lalang),dll dari jumlah 695 kosakata.

Saya dan beberapa teman saat mengikuti Bimbingan dan Penyuluhan bahasa Indonesia pernah dimintai menuliskan beberapa kata dalam bahasa daerah sekaligus artinya. Ditulis secara lengkap dan benar agar di kemudian hari tidak terjadi kesalahan fatal. Didaftarkan dan diteruskan kepada yang berhak mengelolanya. Hingga kini belum ada informasi, sudah masuk atau belum kosakata yang kami daftarkan.

Saking inginnya saya turut andil dalam menumbuhkembangkan bahasa Indonesia dalam hal perbendaharaan kata, saya sampai memasukkannya dalam dialog setiap buku novel karangan saya. Tiga novel yang sudah terbit, berturut-turut peluncurannya, Okteber 2018, Desember 2019 dan terakhir Maret 2020. 

Tujuannya adalah mengenalkan kosakata bahasa daerah Sangihe dan bahasa sehari-hari Manado. Siapa tahu kosakata yang saya gunakan bisa nyangkut ke pembaca. Mungkin bisa bernasib seperti kata "Begal (Manado)" dan "Baku (Manado)" yang sudah dibakukan sebagai bahasa Indonesia. Hhh...    

Ketiga novel tersebut dicampur sari dengan bahasa daerah saya serta bahasa pergaulan sehari-hari Manado. Sudah pasti dikemas apik dalam dialog lengkap pula dengan artinya. Bahasa sehari-hari kami menggunakan bahasa sehari-hari Manado.

Kami berada di Kabupaten Sangihe dengan Provinsi Sulawesi Utara, yang ibu kotanya adalah Manado. Kabupaten Sangihe adalah daerah Kepulauan. Pulau-pulau kecil mengelilingi Pulau Besar Sangihe yang berbatasan dengan Negara Filipina (hanya semalam menuju ke negara itu).

Sementara masyarakat Sulawesi Utara memiliki beragam suku dan bahasa yang berbeda-beda, namun memiliki satu bahasa sehari-hari yakni bahasa Manado. Sangihe saja masih terbagi dalam beberapa rumpun bahasa yang berbeda. Bahasa sehari-hari Manado merupakan ciri khas yang menonjol dari masyarakat Sulawesi Utara.

Saya tidak membahas aksen, intonasi, irama atau lagu kalimat. Hanya dari segi kosakatanya saja. Jika membahasnya lebih rumit lagi.    

Jika ingin berkunjung ke Manado- Sangihe, maka wajib belajar dulu bahasanya agar terjalin hubungan yang harmonis. Jika tidak, maka Anda akan terlongong-longong/ bengong alias bingung tujuh keliling.

Kembali ke judul, mengapa kata serapan perlu? Ya, kata serapan itu penting untuk memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Rasanya jika lebih banyak kosakata semakin kayalah Bahasa kita. Tidak melulu menggunakan kata yang itu-itu saja, bukan? Apalagi dalam menyusun puisi yang memerlukan diksi/ pilihan kata agar terasa indah dan afdal puisinya.  

Mari membaca cuplikan novel "Menangislah Angsa Kecilku" yang saya mixer dengan bahasa daerah Sangihe dan bahasa sehari-hari Manado dalam dialognya.

Senandung itu mengalun tanpa sengaja keluar dari ruang dalam milik tetangga, perlahan menerobos masuk ke dalam ruang 3x4 miliknya, mengubah kenikmatan amarah menjadi tawa kecil. Riana hanyut dalam penghiburan semu. Lirik yang amat mengena. Tapi... mampukah aku bertahan? mampukah aku memilih jalan terbaik? Tanya terus menyeruak. Riana trenyuh.

Radika perlahan berjingkrak-jingkrak memasuki ruang yang tengah kecipratan lagu Yuni Sarah. Ia memeluk Riana dari belakang. Riana berbalik, dan apa yang dilihatnya?

"Kiapa bahaga bagitu? (kenapa menatapku seperti itu?)" tanya Radika.

"Itu apa lagi, Ka?" tampik Riana.

"Mana?" tanya Radika lagi.

"Di bibirmu?"

"Kiapa kita pe bibir, (Kenapa dengan bibirku) Hah?"

Merah... lipstik, Ka!" Riana menunjuk ke arah bibir Radika.

"Ah, ngana bakusedu, kang? (bercanda kamu, ya)." Radika beranjak menuju kotak kaca besar setinggi dirinya yang tergantung di dinding di ruang itu. Ia pun terkejut namun dengan nada datar ia berucap. "Cuma kwa da tatoki di pintu baru-baru (ini hanya terbentur di depan pintu barusan)... iya, jangan khawatir. Sebentar juga sembuh." Dari balik kata-katanya ada rasa malu menggelitiknya.

Dengan menyembunyikan rasa kegeliannya, Riana tertawa sendiri sambil menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Tak ada rasa sakit atau pun cemburu di hatinya. Rasa itu mungkin telah mati. Sesuatu yang pada awalnya sakit, lama-kelamaan akan terbiasa bahkan mati rasa jika hal itu terus-menerus berlaku atas diri seseorang, juga bagi Riana. Itu Pasti dijilat setan. Setan laknat yang telah merengut hati Fildan. Hmm... batinnya.***

Nah, itulah penggalan kisah yang menggunakan kosakata bahasa sehari-hari Manado.

Berikut cuplikan cerita yang menggunakan kosakata bahasa Sangihe!

"Kamu kenapa, Ri?" tanya Tenof.

Hanya ada tatapan nanar nampak di mata Riana. hatinya tak mampu berbohong.

"Pahedoe (tunggulah)... Isie mang dumenta mesema ikau (dia pasti datang menemuimu)."

"Aku tak terlalu berharap, Ten..."

"Hodong pemanda Ikau eng (lihat saja nanti)!"***

Hanya mengingatkan saja, setiap kata serapan yang belum termasuk kata baku penulisannya harus miring. Kata yang ditulis miring pada tulisan ini, itu artinya kosakata tersebut masih tergolong kata yang tidak baku. Jika ada yang lolos, maka salahkan saya, dan mohon dimaafkan.

Gimana? Punya kosaka untuk disumbangkan ke dalam bahasa Indonesia? 

Saya bukan menggurui Saudara walaupun saya seorang guru. Saya hanya mengingatkan saja. Semoga bermanfaat.  
 
 
Referensi:

satu, dua, tiga

NK/10/08/2020
@SangiheBanuaku

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun