Jika ingin berkunjung ke Manado- Sangihe, maka wajib belajar dulu bahasanya agar terjalin hubungan yang harmonis. Jika tidak, maka Anda akan terlongong-longong/ bengong alias bingung tujuh keliling.
Kembali ke judul, mengapa kata serapan perlu? Ya, kata serapan itu penting untuk memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Rasanya jika lebih banyak kosakata semakin kayalah Bahasa kita. Tidak melulu menggunakan kata yang itu-itu saja, bukan? Apalagi dalam menyusun puisi yang memerlukan diksi/ pilihan kata agar terasa indah dan afdal puisinya. Â
Mari membaca cuplikan novel "Menangislah Angsa Kecilku" yang saya mixer dengan bahasa daerah Sangihe dan bahasa sehari-hari Manado dalam dialognya.
Senandung itu mengalun tanpa sengaja keluar dari ruang dalam milik tetangga, perlahan menerobos masuk ke dalam ruang 3x4 miliknya, mengubah kenikmatan amarah menjadi tawa kecil. Riana hanyut dalam penghiburan semu. Lirik yang amat mengena. Tapi... mampukah aku bertahan? mampukah aku memilih jalan terbaik? Tanya terus menyeruak. Riana trenyuh.
Radika perlahan berjingkrak-jingkrak memasuki ruang yang tengah kecipratan lagu Yuni Sarah. Ia memeluk Riana dari belakang. Riana berbalik, dan apa yang dilihatnya?
"Kiapa bahaga bagitu? (kenapa menatapku seperti itu?)" tanya Radika.
"Itu apa lagi, Ka?" tampik Riana.
"Mana?" tanya Radika lagi.
"Di bibirmu?"
"Kiapa kita pe bibir, (Kenapa dengan bibirku) Hah?"
Merah... lipstik, Ka!" Riana menunjuk ke arah bibir Radika.