Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cernak] Mawar Merah Buat Adinda

18 November 2024   20:10 Diperbarui: 20 November 2024   16:47 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pexels/RDNE Stock project

"I ... iya, Bu. Apa yang terjadi?" suara Gendis bergetar, meski dalam hatinya ia sudah tahu jawabannya.

Pengasuh itu menatap mereka dengan mata penuh kesedihan. "Adinda... Adinda telah pergi, Nak. Dia meninggal tadi pagi."

Gendis merasa tubuhnya lemas, seperti kehilangan kekuatan untuk berdiri. Ia nyaris jatuh jika Alika tidak menopangnya. "T-tapi kenapa, Bu? Bukannya Adinda cuma sakit?" tanyanya dengan nafas tersengal.

Pengasuh itu menggeleng pelan. "Adinda memang sakit, tapi bukan cuma tubuhnya. Hatinya juga... terluka terlalu dalam. Semalam, dia terus menangis, menyebut namamu, Gendis. Dia bilang kamu adalah satu-satunya orang yang membuatnya merasa tidak sendirian. Tapi rasa sakit yang dia alami terlalu besar. Trauma itu... terlalu berat untuknya."

Kata-kata itu menghujam hati Gendis seperti pisau tajam. Air matanya mengalir tanpa henti. Ia berjalan perlahan mendekati peti Adinda. Wajah mungil sahabatnya itu terlihat damai di balik kaca peti. Tidak ada lagi ketakutan, tidak ada lagi kesedihan.

"Maaf, Adinda..." bisik Gendis lirih. "Aku nggak bisa melindungi kamu..."

Setelah pemakaman selesai, Gendis tetap berdiri di depan nisan Adinda. Di tangannya, ia memegang surat kecil yang diberikan pengasuh tadi. Surat terakhir dari Adinda. Dengan tangan gemetar, Gendis membukanya. Tulisan tangan Adinda terlihat goyah, tapi jelas:

Gendis, sahabatku,

Terima kasih telah hadir di hidupku, meskipun hanya sesaat. Betapa berarti kehadiranmu bagiku. Untuk pertama kalinya, aku merasa ada seseorang yang melihatku, mendengarkanku, dan menganggapku ada. Kamu membuatku merasa tidak sendirian, walaupun dunia ini terasa begitu kejam untukku.

Aku tahu kamu melakukan semuanya untuk membuatku tersenyum lagi. Tapi maafkan aku... aku terlalu lelah. Luka dalam hatiku semakin memborok dan tak tersembuhkan lagi.Rasa sakitnya seperti tak pernah berhenti, seperti bayangan gelap yang selalu mengikuti ke mana pun aku pergi.

Aku ingin kuat, aku ingin bertahan. Tapi aku tidak bisa, Gendis... Aku tidak sekuat kamu. Dunia ini terasa terlalu besar, terlalu menyakitkan, dan aku terlalu kecil untuk melawannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun