Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cernak] Mawar Merah Buat Adinda

18 November 2024   20:10 Diperbarui: 20 November 2024   16:47 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pexels/RDNE Stock project

Keributan ini membuat beberapa teman sekelas mulai mendekat, penasaran, sebagian berbisik-bisik, sebagian lagi melihat dengan mata penuh ketegangan. Andi tak terima dibantah di depan teman-temannya. Tanpa berpikir panjang, dia mendorong Gendis mundur. Gendis terdorong beberapa langkah ke belakang, tetapi segera berdiri tegak lagi. Gendis menolak untuk mundur dari posisinya.

"Beraninya kamu!" Andi menggeram, lalu melayangkan pukulan ke arah Gendis.

Namun, Gendis cukup cekatan. Dia menangkis pukulan itu dengan tangannya, membuat suara benturan yang terdengar jelas di ruangan yang kini senyap. Tanpa ragu, Gendis membalas. Pukulannya meluncur cepat ke arah dada Andi dan membuat Andi mundur satu langkah dengan nafas memburu.

Suasana kelas semakin mencekam. Anak-anak lainnya diam, sebagian mulai mencoba melerai, tetapi ketegangan di antara mereka seolah-olah tidak bisa dihentikan.

Adinda yang awalnya terpojok dan diam, kini melihat dengan mata berkaca-kaca, seolah tak percaya ada yang berani membelanya.

"Kamu pikir kamu jagoan ya?" seru Andi, matanya menyala penuh amarah.

"Bukan soal jagoan, Andi. Ini soal benar atau salah," jawab Gendis, nadanya tegas namun tenang. "Beraninya kamu nge-bully orang yang nggak salah apa-apa. Adinda nggak pernah mengganggumu."

Kata-kata itu membuat Andi semakin panas. Dia menyerang lagi, kali ini dengan dorongan kuat yang hampir membuat Gendis kehilangan keseimbangan. Namun, Gendis berdiri tegak, menangkis dengan tenang meski tubuhnya sedikit berguncang. Latihan silat yang selama ini digelutinya ternyata tidak sia-sia

Di tengah perlawanan itu, Gendis menyempatkan menoleh pada Adinda, memberinya penuh dukungan yang seolah berkata, "Aku di sini untukmu."

Suara berat terdengar di depan pintu. Serentak semua anak memalingkan wajah ke arah pintu. Begitu juga Andi dan Gendis segera menghentikan perkelahian mereka. Di ambang pintu Pak Adrian---pembina OSIS sedang memandang tajam ke arah mereka. Andi tampak memegang perutnya yang kena pukul.

Pak Adrian masuk dengan pandangan penuh wibawa, dan dengan satu kalimat tajam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun