"Mbahmu pun seda, Nduk," jawab ibu sambil memelukku erat. Nyawaku belum terkumpul sehingga tak paham yang ibu katakan.
"Ada apa, Bu?" Aku mengulang pertanyaan. Ibu melepaskan pelukannya seraya menatapku.
"Mbah Uti sudah meninggal." Ibu menjawab sambil terus menangis.
Aku terpaku mendengar penjelasan ibu, Semalam Mbah Uti baru saja bercakap=cakap denganku. Apakah ini firasat yang aku rasakan semalam saat memeluk jarik pemberian Mbah Uti.
Aku berjanji sekalipun menyukai dance modern, akan tetap menjaga tradisi tari topeng yang telah diwariskan padaku. Karena kini aku mengerti, bahwa tari topeng bukan sekadar menari, tetapi mengenali sejarah, budaya, dan jati diri yang sesungguhnya.
Catatan
- Nduk: panggilan untuk anak perempuan di Jawa.
- Delengen jarik sing dicekel iki nduweni sejarah sing ora bisa dilalekake: lihatlah kain yang dipegang ini memiliki sejarah.
- Jarik niki peparingipun Kanjeng Sultan, Nduk: Kain ini diberi dari Kanjeng Sultan.
- Mbahmu pun seda, Nduk : Nenekmu sudah meninggal
- Bu lik: tante
Bionarasi
Penulis bernama Nina Sulistiati, seorang guru Bahasa Indonesia di salah satu SMP N di Cibadak Kabupaten Sukabumi. Beberapa buku karya solo yang pernah ditulis: Asa di Balik Duka Wanodya(Kumpulan Cerpen), Serpihan Atma(Novel), Kulangitkan Asa dan Rasa (Kumpulan Puisi) dan 25 antologi dengan berbagai komunitas. Fb: Nina Sulistiati, IG:NListiati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H