Ketika semua orang mulai lelah dan cemas, Bima memutuskan untuk mengejutkan mereka. "Saya yakin pencuri gelang ini ada di antara kita. Namun, saya juga percaya bahwa orang tersebut pasti meninggalkan jejak, sekecil apa pun itu. Sekarang, saya akan meminta kalian semua untuk memeriksa barang-barang pribadi kalian."
Perintah Bima membuat suasana semakin panas. Mereka semua mulai memeriksa tas, saku, dan barang bawaan mereka. Saat itulah, sebuah penemuan mengejutkan terjadi. Sebuah kertas kecil jatuh dari saku Andi. Kertas itu terlihat biasa saja, namun ketika dibuka, ada sebuah peta kecil yang menggambarkan denah rumah Gunarsa, lengkap dengan tanda pada tempat gelang itu disimpan.
Wajah Andi pucat seketika. "Ini ... bukan milikku!" Dia bersikeras, tetapi tatapan curiga dari yang lain sudah mengunci nasibnya.
Gunarsa maju dengan amarah yang membara. "Kau mencuri gelangku, Andi?"
Sebelum Andi bisa membela diri, sebuah suara lain memecah kebisuan. "Tunggu!" Itu suara Lina. "Aku tahu siapa yang mencuri gelang itu."
Semua mata tertuju padanya. "Apa maksudmu?" tanya Bima dengan serius. Lina menelan ludah, tampak ragu sejenak sebelum melanjutkan. "Gelang itu... sebenarnya tidak pernah dicuri."
Bima terdiam. "Apa maksudmu?"
"Gelang itu sudah aku amankan sebelum acara dimulai. Aku merasa ada yang tidak beres dengan semua ini," katanya, sambil menatap Andi dengan sorot mata tajam. "Aku tahu Andi akan mencoba sesuatu malam ini, jadi aku sengaja memindahkan gelang itu ke tempat yang lebih aman."
Andi tampak terpukul dan mengaku bukan perbuatannya, tetapi Bima masih merasakan ada sesuatu yang belum terungkap. "Lalu, di mana gelang itu sekarang?" tanya Bima.
Lina tersenyum tipis. "Sudah kubilang, di tempat yang aman."
Ketegangan di ruangan itu terasa semakin menebal. Semua orang menunggu dengan cemas, berharap Lina akan mengeluarkan gelang itu dari tempat persembunyiannya. Namun, sebelum Lina sempat melangkah lebih jauh, lampu di ruangan tiba-tiba padam, meninggalkan kami dalam kegelapan total.
Bima mendengar suara langkah kaki berlari, dan sebelum Bima bisa bereaksi, suara pintu dibanting terdengar dari arah belakang. Bima mengejar bayangan itu, tetapi gagal. Ketika lampu menyala kembali, Bima melihat bahwa Lina telah menghilang. Gelang itu, seperti Lina, lenyap tanpa jejak.
Bima berdiri di tengah aula, dikelilingi oleh wajah-wajah bingung dan cemas kecuali Gunarsa, yang sebelumnya terlihat begitu cemas, kini berdiri dengan senyum yang hampir tak terbaca. Ada sesuatu dalam tatapan matanya yang membuat Bima curiga.
Bima mengingat kembali setiap detail kejadian malam ini. Semua terlalu sempurna untuk sebuah kebetulan. Peta di saku Andi, pengakuan dan hilangnya Lina, lampu yang padam di saat yang tepat. Bima teringat sesuatu yang pernah didengar tentang asuransi benda berharga---terutama tentang bagaimana beberapa orang yang sangat kaya terkadang memilih untuk "kehilangan" barang-barang mereka demi klaim asuransi yang besar.
Bima menatap Gunarsa, yang kini sedang berbicara dengan seseorang di telepon. Suaranya terlalu pelan untuk didengar, tapi ekspresinya mengatakan lebih dari yang perlu Bima ketahui.
Ada permainan yang lebih besar di sini, dan Gunarsa-lah dalangnya. Gelang itu tidak hilang karena dicuri. Gelang itu hilang karena rencana yang sudah diatur dengan cermat. Dan saat Bima menyadari semua itu, Bima tahu bahwa malam ini, akan benar-benar terungkap.
Bima menyimpan kesimpulan sendiri. Di dunia yang penuh tipu daya ini, kebenaran terkadang harus tetap tersembunyi---setidaknya untuk sementara waktu. Bima harus mencari gelang itu. Bima yakin seseorang mengambil gelang itu agar dana asuransi dapat diklaim. Bima tersenyum saat memiliki cara untuk menjebak Gunarsa.