"Saya mau pulang, Pak," pinta Asep kepada dokter itu.
"Boleh, saya izinkan Bapak pulang. Kondisi Bapak sudah baik," jawab dokter,"Nanti suster akan memberikan obat untuk Bapak."
"Biaya ...," Asep ragu-ragu melanjutkan ucapannya.
"Bapak tidak usah khawatir, biaya rumah sakit sudah ditanggung pemerintah," jelas Suster.
Asep bergegas pulang setelah urusan rumah sakit selesai. Dia langsung menuju rumah kontrakannya. Di depan gang  terlihat bendera kuning terpancang.
"Siapa yang meninggal?" tanya Asep dalam hati. Hatinya mulai terasa tak enak.
Dia melihat para tetangganya berkumpul di depan rumah kontrakannya. Pikiran Asep mulai tak menentu, degup jantungnya berdetak kencang. Jangan ... jangan ...
"Asep kemana saja kamu? Kami mencarimu dari kemarin. Cing Ali mencari ke tempat kamu berjualan pun tak dapat menemukanmu." Pak Jayus, ketua RT, menyambutnya.
Asep berlari kencang ke dalam rumahnya. Dia melihat sesosok jasad tertutup kain kafan terbujur kaku di ruang tamu.
"Polisi menemukan jasadnya di toko Koh Ahong yang habis dijarah dan dibakar para perusuh," jelas Pak Jayus sambil menepuk-nepuk bahu Asep,"Sabar ya, Sep. Semua sudah menjadi kehendak Allah Swt."
Asep tak bisa berkata apa-apa. Dia ingin menjerit dan menangis sekencang-kencangnya seraya memeluk tubuh isterinya. Namun, Asep hanya bergeming. Entah di mana air matanya bersembunyi. Putus sudah segala impiannya. Laksana pepatah dirinya antan patah lesung hilang(tertimpa berbagai musibah). Asep diam sambil memandangi jasad isterinya.