Suara Tio saat memanggilnya sayang terngiang di telinganya. Wajahnya, senyumnya, tawanya semua berputar di benaknya satu persatu laksana alur cerita yang hadir berurutan. Rasanya dia ingin meneriakkan kerinduan itu pada laki-laki itu dan menyampaikan semua rasa yang telah lama terkubur dalam hatinya selama ini. Fatimah memberikan kejutan manis di hari ulang tahun Tio untuk merayakan pertemuan kembali dengannya. Hatinya mulai terbuai asa yang mengisi relung kalbunya.
"Ra! Hai ... Ra!" teriak Tio sambil menyentuh bahu Fatimah yang sangat terkejut. Rupanya Fatimah larut dalam bayangan masa lalunya.
"Hm ... maaf. Kamu bicara apa ya?" tanya Fatimah gugup.
Dia berusaha menutupi rasa malu dengan menundukkan kepalanya. Dia melihat beberapa suster masih berada di ruang bedah itu sambil memandangnya.
"Kamu melamun ya? Apa yang kamu lamunkan?" tanya Tio sambil senyum-senyum," Aku senang bisa bertemu kembali denganmu, Ra. Aku kok tidak tahu kalau kamu bekerja di sini sekarang?"
"Aku baru tiga hari berada di sini," jawab Fatimah sambil menahan kegugupannya. Dokter Tio mengajak Fatimah bercakap-cakap di ruang praktiknya.
Aneh, Fatimah yang biasanya duduk penuh percaya diri di hadapan siapa pun, kini dirinya seperti terdakwa yang siap menerima vonis hakim tanpa jera. Fatimah mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan praktik Dokter Tio.
"Aku senang bertemu kembali denganmu. Sudah tujuh tahun ya kita tidak bertemu," ujar Tio sambil memandang Fatimah," Kamu tidak berubah, Ra."
Fatimah semakin kikuk berhadapan dengan Tio. Dia hanya menjawab dengan senyum. Sejenak ruangan itu hening.
"Tok ... Tok ... Tok ..."
Suara pintu ruangan praktik Tio diketuk seseorang. Tak lama kemudian seorang wanita dengan berpakaian dokter muncul.