Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen 'Impian Semusim'

7 Januari 2023   22:50 Diperbarui: 8 Januari 2023   10:41 1044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: https://www.abiabiz.com/kata-kata-muslimah-patah-hati/

Seorang laki-laki berpakaian biru dan bercelana kain hitam tergopoh-gopoh. Tampaknya dia sangat terburu-buru. Ia berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Dia membawa tas hitam dan jas putih dokter. Matanya tertuju ke depan sehingga dia tak melihat seseorang sedang berjalan ke arahnya.

"Deg!" Tubuh laki-laki itu tertumbuk tubuh seorang perempuan. Tas perempuan itu terjatuh.

"Maaf ... maaf. Saya terburu-buru," ujar lelaki itu seraya mengambilkan tas milik perempuan itu. Setelah itu laki-laki itu bergegas menuju ruang bedah.

Baca juga: Cerpen 'Kehilangan'

Fatimah tersenyum saat melihat ulah laki-laki itu. Dia berhasil mengerjai laki-laki itu, Dokter Tio. Teman lamanya yang rupanya sudah lupa pada wajah Fatimah.

Dokter Tio segera menuju ruang bedah karena dia mendapat panggilan tentang operasi seorang pasien yang harus segera dilaksanakan.

Saat Dokter Tio masuk ke ruang bedah, suasana gelap tak seorang pun ada di situ. Biasanya ada perawat yang bertugas di sini, tetapi tak satu pun ada ruangan itu.

Baca juga: Cerpen "Hijrah"

"Apa-apaan ini. Tadi aku ditelepon untuk segera pergi ke ruang bedah karena ada pasien yang harus dioperasi segera," gerutu Dokter Tio seraya mengambil handphone di tangannya. Dia akan menanyakan kepada perawat yang bertugas di ruang bedah.

Tiba-tiba lampu menyala. Beberapa perawat dan asisten dokter keluar dari persembunyian mereka seraya menyanyikan lagu selamat ulang tahun.

"Selamat ulang tahun, ya, Dokter," ujar Suster Anggun seraya menyerahkan buket bunga mawar merah.

"Apa-apan kalian ini. Katanya ada pasien yang akan dioperasi?" tanya Dokter Tio kikuk.

Dia bingung mau marah kepada para perawat tetapi apa yang mereka lakukan adalah sesuatu yang membahagiakannya. Sebuah pesta kejutan yang tak pernah dia dapatkan sepanjang hidupnya/

"Memang ada pasien yang akan dibedah, Dok. Dia sedang kena penyakit hati," ujar Suster Tania dengan memasang wajah serius.

"Benarkah? Siapa nama pasiennya? Mana rekam mediknya coba saya lihat." Dokter Tio berbicara panjang tanpa jeda.

"Ini Dok, pasien yang terkena penyakit hati," seru Fatimah keluar dari persembunyiannya.

"Siapa Anda? Sedang apa Anda di sini?" tanya Dokter Tio heran. Fatimah hanya senyum-senyum kecil.

"Kenalkan, Dokter Tio. Ini Dokter Fatimah, dokter baru di rumah sakit kita. Dia yang menyiapkan pesta kejutan ini.. Untung Dokter Hasan mengizinkannya," jelas Suster Fatih," Dan Mbak Fatimah minta dibedah oleh Dokter. Katanya dia sedang sakit hati>"

Beberapa perawat cekikikan mendengar ucapan Suster Fatih. Kemudian mereka memberikan kesempatan Fatimah untuk berdiri di hadapan Dokter Tio.

"Selamat hari lahir, Dokter Prasetio Adinugroho. Semoga Allah Swt memberikan kesehatan, kebahagiaan buat Dokter." Doa Fatimah mengalir untuk Dokter Tio yang diaminkan oleh semua orang di ruangan itu.

"Ssttt ... Mbak Fatimah, doakan juga agar Dokter Tio segera mendapat jodoh wanita yang baik dan saleha," ujar Suster Ratih keras yang juga diaminkan oleh semuanya.

"Terima kasih atas kejutan yang menyenangkan ini. Terima kasih atas doa-doanya juga. tetapi ... Anda siapa? Anda tahu hari lahir saya?" tanya Dokter Tio keheranan.

"Fatimah Az Zahra , SMA Cinta Bangsa IPA2." Fatimah menjawab pertanyaan Dokter Tio singkat.

" Rara? Kamu Rara?" tanya Dokter Tio sambil memandang Fatimah dari ujung rambut sampai kaki. Fatimah hanya tersenyum tipis. Akhirnya Tio, mantannya itu mengingatnya kembali.

Fatimah mengingat masa-masa indah saat SMA dulu. Mereka terkenal sebagai pasangan serasi. Bagaimana tidak Fatimah dan Tio sama-sama pintar khususnya di pelajaran matematika dan IPA. Keduanya menjadi pengurus OSIS. Mereka juga sama-sama sebagai pemenang olimpiade sains tingkat provinsi. Namun, sayang hubungan mereka ditentang oleh orang tua mereka. Perbedaan status menjadi salah satu penyebab utama. Tio berasal dari keluarga pengusaha kaya dan bergelimang harta sedangkan Fatimah hanya anak seorang ASN yang hidupnya bersahaja.

"Aku akan pindah ke Australia, Ra," ujar Tio saat mereka bertemu sehari menjelang perpisahan sekolah," Aku akan kuliah di sana."

"Artinya kita akan berpisah selamanya?" tanyanya lirih. Mereka terdiam dengan pikiran masing-masing.

Fatimah menyadari cinta bukan hanya soal menyayangi, tetapi juga mengikhlaskan. Pada dasarnya cinta itu awal dari perpisahan yang direncanakan. Mereka tak mungkin memaksakan kehendak tanpa mempertimbangkan kehendak orang tua masing-masing.

Sejak saat itu Fatimah menghindari Tio. Dia harus belajar jauh dari laki-laki yang selama ini dicintai dan disayanginya. Luka yang ada dalam relung kalbunya biarlah terpendam dalam sudut hatinya yang terdalam meski luka itu semakin dalam dan memborok. Fatimah tidak mau jika hatinya semakin terluka jika harus bertemu dengan Tio kembali. Biarlah dia merelakan Tio untuk kebahagiaan orang tua Tio.

Fatimah bertekad untuk mewujudkan cita-citanya untuk menjadi dokter. Perjuangannya tak sia-sia, dirinya diterima di Fakultas Kedokteran UI. Setiap hari dia berkutat dengan tumpukan buku tanpa menyisakan ruang hatinya untuk yang namanya cinta. Fatimah berhasil lulus dengan cum laude. Kesendiriannya diperbincangkan oleh orang banyak, dan Fatimah tak peduli dengan itu.

Kini setelah sekian tahun dia pendam segala rasa di hatinya, resah dan gundah itu kembali memenuhi jiwanya. Awalnya saat Fatimah ditugaskan di Rumah Sakit Sumber Waras ini dan menemui direktur rumah sakit ini untuk mengonfirmasikan surat tugas dari kementerian kesehatan, dia melihat daftar nama dokter yang terpampang di dinding. Nama yang tak asing buatnya. Apakah hanya kebetulan atau ada orang lain yang bernama sama?

"Maaf, Dok. Saya seperti familiar dengan nama Dokter Prasetio Adinugroho," ujar Fatimah pelan-pelan. Dia ingin meyakinkan hatinya.

"Oh ... Dokter Tio, spesialis bedah terbaik di rumah sakit ini, Dokter Fatimah. Anda nanti bisa bekerja sama dengan beliau. Dia lulusan Australia," papar Dokter Hasan, direktur rumah sakit ini.

Fatimah yakin jika Dokter Tio adalah orang yang sama dengan seseorang yang selama ini bersemayam di hatinya. Entah mengapa dia berharap bertemu dengan laki-laki itu. Timbunan luka yang menggunung di hatinya seolah bertukar dengan bongkahan kerinduan. Semua kenangan indah saat bersama Tio berputar ulang, tanpa cela, dan tanpa noda. Fatimah sangat merindukannya hingga kerinduan itu menyesakkan dada. 

Suara Tio saat memanggilnya sayang terngiang di telinganya. Wajahnya, senyumnya, tawanya semua berputar di benaknya satu persatu laksana alur cerita yang hadir berurutan. Rasanya dia ingin meneriakkan kerinduan itu pada laki-laki itu dan menyampaikan semua rasa yang telah lama terkubur dalam hatinya selama ini. Fatimah memberikan kejutan manis di hari ulang tahun Tio untuk merayakan pertemuan kembali dengannya. Hatinya mulai terbuai asa yang mengisi relung kalbunya.

"Ra! Hai ... Ra!" teriak Tio sambil menyentuh bahu Fatimah yang sangat terkejut. Rupanya Fatimah larut dalam bayangan masa lalunya.

"Hm ... maaf. Kamu bicara apa ya?" tanya Fatimah gugup.

Dia berusaha menutupi rasa malu dengan menundukkan kepalanya. Dia melihat beberapa suster masih berada di ruang bedah itu sambil memandangnya.

"Kamu melamun ya? Apa yang kamu lamunkan?" tanya Tio sambil senyum-senyum," Aku senang bisa bertemu kembali denganmu, Ra. Aku kok tidak tahu kalau kamu bekerja di sini sekarang?"

"Aku baru tiga hari berada di sini," jawab Fatimah sambil menahan kegugupannya. Dokter Tio mengajak Fatimah bercakap-cakap di ruang praktiknya.

Aneh, Fatimah yang biasanya duduk penuh percaya diri di hadapan siapa pun, kini dirinya seperti terdakwa yang siap menerima vonis hakim tanpa jera. Fatimah mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan praktik Dokter Tio.

"Aku senang bertemu kembali denganmu. Sudah tujuh tahun ya kita tidak bertemu," ujar Tio sambil memandang Fatimah," Kamu tidak berubah, Ra."

Fatimah semakin kikuk berhadapan dengan Tio. Dia hanya menjawab dengan senyum. Sejenak ruangan itu hening.

"Tok ... Tok ... Tok ..."

Suara pintu ruangan praktik Tio diketuk seseorang. Tak lama kemudian seorang wanita dengan berpakaian dokter muncul.

"Hai ... maaf ada pasien, ya, Papa sayang. Apakah aku mengganggu?" tanya wanita itu. Aku tertegun saat mendengar perempuan itu memanggil sayang pada Tio.

"Sama sekali tidak. Sini masuklah, sayang. Ini aku kenalkan dengan teman lamaku. Ra ini Diana istriku, Diana ini Zahra sahabatku saat SMA," ujar Dokter Tio mengenalkan kami.

Fatimah merasakan luka hati yang memborok itu kini telah membuncah darah dan nanah. Asa yang mulai mengisi ruang hatinya harus membeku kembali. Semua rasa itu hanya menjadi sebuah impian semusim yang tak  akan kembali. Hari ini detik ini bumantara serasa berputar di kepala Fatimah. Tiba-tiba semuanya gelap.

Cibadak, 7 Januari 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun