" Rara? Kamu Rara?" tanya Dokter Tio sambil memandang Fatimah dari ujung rambut sampai kaki. Fatimah hanya tersenyum tipis. Akhirnya Tio, mantannya itu mengingatnya kembali.
Fatimah mengingat masa-masa indah saat SMA dulu. Mereka terkenal sebagai pasangan serasi. Bagaimana tidak Fatimah dan Tio sama-sama pintar khususnya di pelajaran matematika dan IPA. Keduanya menjadi pengurus OSIS. Mereka juga sama-sama sebagai pemenang olimpiade sains tingkat provinsi. Namun, sayang hubungan mereka ditentang oleh orang tua mereka. Perbedaan status menjadi salah satu penyebab utama. Tio berasal dari keluarga pengusaha kaya dan bergelimang harta sedangkan Fatimah hanya anak seorang ASN yang hidupnya bersahaja.
"Aku akan pindah ke Australia, Ra," ujar Tio saat mereka bertemu sehari menjelang perpisahan sekolah," Aku akan kuliah di sana."
"Artinya kita akan berpisah selamanya?" tanyanya lirih. Mereka terdiam dengan pikiran masing-masing.
Fatimah menyadari cinta bukan hanya soal menyayangi, tetapi juga mengikhlaskan. Pada dasarnya cinta itu awal dari perpisahan yang direncanakan. Mereka tak mungkin memaksakan kehendak tanpa mempertimbangkan kehendak orang tua masing-masing.
Sejak saat itu Fatimah menghindari Tio. Dia harus belajar jauh dari laki-laki yang selama ini dicintai dan disayanginya. Luka yang ada dalam relung kalbunya biarlah terpendam dalam sudut hatinya yang terdalam meski luka itu semakin dalam dan memborok. Fatimah tidak mau jika hatinya semakin terluka jika harus bertemu dengan Tio kembali. Biarlah dia merelakan Tio untuk kebahagiaan orang tua Tio.
Fatimah bertekad untuk mewujudkan cita-citanya untuk menjadi dokter. Perjuangannya tak sia-sia, dirinya diterima di Fakultas Kedokteran UI. Setiap hari dia berkutat dengan tumpukan buku tanpa menyisakan ruang hatinya untuk yang namanya cinta. Fatimah berhasil lulus dengan cum laude. Kesendiriannya diperbincangkan oleh orang banyak, dan Fatimah tak peduli dengan itu.
Kini setelah sekian tahun dia pendam segala rasa di hatinya, resah dan gundah itu kembali memenuhi jiwanya. Awalnya saat Fatimah ditugaskan di Rumah Sakit Sumber Waras ini dan menemui direktur rumah sakit ini untuk mengonfirmasikan surat tugas dari kementerian kesehatan, dia melihat daftar nama dokter yang terpampang di dinding. Nama yang tak asing buatnya. Apakah hanya kebetulan atau ada orang lain yang bernama sama?
"Maaf, Dok. Saya seperti familiar dengan nama Dokter Prasetio Adinugroho," ujar Fatimah pelan-pelan. Dia ingin meyakinkan hatinya.
"Oh ... Dokter Tio, spesialis bedah terbaik di rumah sakit ini, Dokter Fatimah. Anda nanti bisa bekerja sama dengan beliau. Dia lulusan Australia," papar Dokter Hasan, direktur rumah sakit ini.
Fatimah yakin jika Dokter Tio adalah orang yang sama dengan seseorang yang selama ini bersemayam di hatinya. Entah mengapa dia berharap bertemu dengan laki-laki itu. Timbunan luka yang menggunung di hatinya seolah bertukar dengan bongkahan kerinduan. Semua kenangan indah saat bersama Tio berputar ulang, tanpa cela, dan tanpa noda. Fatimah sangat merindukannya hingga kerinduan itu menyesakkan dada.Â