Jejak Hati Sang Pencinta
Karya Nina Sulistiati
Cuaca yang tidak bersahabat ini membuatku kesal. Hujan deras datang dengan tiba-tiba, padahal tadi mentari membakar bumi dengan ganasnya. Aku harus berteduh karena tidak membawa jas hujan.
Aku menghentikan motorku di depan sebuah kafe dan masuk ke dalamnya. Aku mengambil tempat duduk di sudut kafe seraya memesan secangkir ekspresso.
"Wah, pasti aku terlambat," keluhku dalam hati sambil melihat jam di hand phone-ku. Ada waktu satu jam lagi untuk menunggu hujan reda. Semoga hujan deras ini tak berlangsung lama.
Aku harus mengajar di bimbel "Cerdas" siang ini. Setelah mengajar di SMP, aku mengajar juga di bimbel itu. Lumayan buat menambah uang saku dan membeli bensin.
Penyesalan datang karena aku memaksakan diri untuk membawa motor. Seandainya tadi naik angkot, pasti aku sudah sampai ke tempat bimbel. Aku memandang air hujan laksana ditumpahkan dari atas langit. Sesekali terdengar suara petir menyambar dan kilat memancarkan cahaya diiringi gemuruh.
"Maaf, Bu. Apakah Ibu bernama Ibu Listia?" sapa seseorang dari hadapanku. Aku memandang seorang pemuda yang berdiri di hadapaanku.
Kupandangi pemuda itu dari ujung kepala sampai ke ujung sepatu. Pemuda itu menggunakan kemeja biru dan berjas biru tua matching dengan celana panjang yang dikenakannya. Di lehernya terdapat dasi garis-garis miring dengan warna dasar merah. Duh, ... gantengnya. Dia seumuran dengan anak sulungku, Adipati.
"Maaf, Bu. Benarkah Ibu ini Bu Listia. Guru di SMP 2 Cibadak?" Pertanyaan pemuda itu membuatku gelagapan.