"Sanggar Tari Nyi Mas Gandasari," kata Dinda semangat. Matanya selalu berbinar jika sedang bercerita tentang hobinya.
 Kata Mbak Arini, Dinda senang menari. Dia sedang giat-giatnya berlatih tarian daerah khususnya. Beberapa tarian Sunda dan tari Cirebon sudah dikuasainya. Dinda sering juga tampil di acara-acara sekolah.
"Nanti Om yang antar. Mau?" Arman menawarkan diri pada keponakannya.
"Benar, Om, cius," kata Dinda kegirangan. Arman menganggukan kepala. Wajah Dinda sumringah mendengarnya.
"Ya sudah, Dinda mandi dan siap-siap dulu ya, Om. Latihannya mulai pukul 10-an," kata Dinda sambil bangkit dan berlari keluar kamar.
Arman menggeleng-gelengkan kepala melihat polah keponakannya. Kemudian Arman juga menyiapkan diri. Dia tidak ingin mengecewakan Dinda.
Di perjalanan Arman mengajak Dinda ngobrol. Anak itu berbeda dengan ibunya yang pendiam. Dinda senang berbicara apalagi bercerita tentang pengalaman dia.
"Mengapa Dinda senang menari?" tanya Arman sambil memandang Dinda sejenak.
" Pokoknya Dinda senang saja, Om. Apalagi tarian daerah yang sedang ditekuni Dinda sekarang. Ada sejarah yang harus dipahami. Ada filosofi yang harus dimengerti di gerakan-gerakan yang kita lakukan," ujar Dinda bercerita penuh semangat.
Arman tersenyum melihat gaya bercerita ponakannya ini. Lucu dan menggemaskan.
"Om, belok kanan!" teriak Dinda sambil menunjuk ke arah kanan.
Ups...Arman membelokan setir mobil ke arah kanan. Dinda memberikan informasi dadakan. Untung jalanan tidak terlalu ramai.