"Centini, ini aku Arman!" teriak Arman kembali.
Kemudian Arman melihat Centini menghampirinya. Saat melihatnya berjalan, Arman bertambah yakin kalau gadis itu adalah Centini sahabatnya.
"Arman? Kamu benar-benar, Arman?" tanyanya tak percaya. Arman mengangguk keras untuk meyakinkan Centini
"Pak Mamat, biarkan pemuda ini masuk. Dia sahabatku,"ujarnya pelan. Pak sekuriti melepaskan dan membiarkanku masuk.
"Ayo, kita ngobrol di pojok sana, Man," ajak Centini.
Arman mengikuti Centini ke pojok ruangan. Di sana ada satu set sofa yang bisa dipakai santai dan ngobrol.
"Kamu menghilang ke mana sih, Man? Setelah perpisahan, kita tidak pernah bertemu lagi," ujar Centini membuka percakapan kami.
"Aku kuliah di Bandung, Tin. Setelah lulus aku merantau ke Sukabumi. Aku diterima untuk mengajar di salah satu SMP di sana," jawab Arman pelan. Arman sengaja tidak bercerita tentang peristiwa tragis ayah dan ibunya
"Kamu sendiri masih senang menari. Kamu tidak berubah, ya. Malah semakin cantik dan dewasa," puji Arman sambil memandang Centini. Yang dipuji tampak tersenyum malu.
"Apa kabar Gondo dan Diah? Aku juga tidak pernah bertemu dengan mereka?" tanya Arman kepada Centini.
"Kamu tidak tahu kabar mereka? Memang kamu tidak pernah berkomunikasi dengan mereka?" Tini balik bertanya. Arman hanya menggelengkan kepala saja.