Bunyi pesan itu agak mengecewakan hati. Tapi ya sudahlah, Arman tidak bisa memaksakan kehendak. Yang penting Centini masih mau menemuinya besok. Banyak hal yang ingin ditanyakan pada Centini besok.
Tepat pukul 24.00, Arman pulang ke rumah Mbak Arini. Pasti Mbak Arini sudah cemas menungguinya di rumah. Baru kali ini adik semata wayangnya mau berlibur ke Cirebon, pasti dia akan mencemaskan Arman.
Malam itu langit Cirebon tampak cerah. Bintang-bintang bertaburan. Cahayanya menemani Arman pulang ke rumah.
***
Hari ini matahari cukup terik padahal baru pukul 9. Keringat Arman sudah membanjiri tubuhnya meskipun kipas angin di kamar terus berputar. Ingin rasanya berendam di kolam yang berisi air dingin. Tujuh tahun meninggalkan kota ini membuatnya harus beradaptasi lagi dengan cuaca di sini.
" Om Arman boleh Dinda masuk?" tanya keponakan kecilnya sambil mengetuk pintu kamar.
"Boleh, Dinda. Masuk saja,"jawab Arman sambil duduk di lantai kamar. Dia sengaja duduk di lantai untuk merasakan kesejukannya.
Dinda yang imut-imut dan baru berumur sebelas tahun itu muncul di balik pintu sambil membawa nampan yang berisi sepiring pisang goreng dan secangkir kopi hangat yang masih mengepulkan asap.
"Oom, Dinda bawakan makanan kesukaan Om Arman," ujar Dinda sambil meletakan nampan di meja.
"Terima kasih, ponakan Om tersayang," ujarnya sambil mencomot satu pisang goreng di meja.
"Bundamu pergi, Dinda?" tanya Arman heran. Biasanya Mbak Arini yang menyuruh sarapan. Tapi kali ini, Dinda yang datang ke kamar sambil membawa hidangan lezat.
"Sudah,Om. Bunda ada pertemuan dengan koleganya. Padahal bunda sudah janji mengantarkan Dinda latihan nari," kata Dinda sedikit kesal.
" Kamu latihan menari? Di mana?" tanyanya sambil duduk di hadapan Dinda.