Arman segera keluar dari ruangan tunggu para pemain. Dia mencari tempat di depan panggung untuk melihat Centini menarikan tari Topeng. Semua sudut lapangan dipenuhi oleh para penonton. Arman mendapatkan tempat di sudut kiri panggung. Lumayan daripada tidak dapat tempat.
Dari sudut itu, Arman mencari seseorang yang tadi memberikan amplop pada Centini. Ada deretan kursi di panggung sebelah kanan. Mungkin itu diperuntukan untuk para pejabat yang datang siang itu.
"Maaf, Mas. Pak Lurah yang mana ya?" tanya Arman pada seorang penonton yang berdiri di sebelahnya.
"Itu, Mas. Pak Lurah yang menggunakan batik biru bermotif mega mendung," jawab laki-laki itu.
Aku memandang laki-laki itu. Dia bertubuh tinggi, tegap dan sedikit tampan. Matanya memandang arah panggung tak berkedip untuk menunggu kedatangan Centini di panggung. Tipe cowok Don Juan dan cunihin. Pantas dia tertarik kepada Centini yang berwajah ayu.
"Hadirin yang berbahagia, selamat datang di acara festival rakyat desa Surianenggala. Acara ini adalah bentuk rasa syukur kita semua karena selama satu tahun ini usaha kita diberkahi Allah SWT. Untuk mengawali acara ini, kita akan mendengarkan sambutan dari lurah Surianenggala. Kepada pak Dimas disilakan tampil ke panggung."
Tepuk tangan dari para penonton mengiringi langkah seorang laki-laki yang berusia 50 tahunan. Rupanya lurah itu bernama Dimas. Dia memang cukup tampan dan berwibawa. Arman tak menghiraukan apa yang disampaikan lurah itu. Dia hanya menduga-duga apa isi surat yang diberikan oleh lurah itu untuk Centini sehingga Centini berwajah kesal tadi.
Apa pula maksud gepokan uang yang ada di amplop itu? Ataukah memang benar apa yang dikatakan oleh para pedagang tadi? Tak mungkin Centini bermoral serendah itu. Ah...daripada dia menduga-duga lebih baik menonton pertunjukan kesenian itu dulu.
Tak lama kemudian MC mengumumkan penampilan selanjutnya adalah tari topeng yang akan dibawakan oleh Centini. Tepuk tangan meriah kembali terdengar.
Suara gamelan Cirebonan mengiringi Centini yang menarikan tari Topeng. Gerakan yang lemah gemulai, tetapi dinamis memesona penonton termasuk Arman. Di bagian penonton VVIP, Arman melihat pak lurah tak berkedip memandang Centini yang sedang menari. Tiba-tiba ada sesuatu rasa yang menyelinap di hatinya ...cemburukah?
Setelah Centini menari, Arman mencari kedai untuk beristirahat. Ada kedai kopi di depan kantor lurah. Sambil beristirahat, Arman berniat menunggu Centini. Arman mengirim pesan kepada Centini untuk mengantarkannya pulang. Hari sudah cukup larut untuk membiarkan Centini pulang sendirian.
Namun lama dia tak mendapatkan balasan. "Apakah harus ditelepon saja ya?" pikirnya sambil memainkan gawai.
Telepon berbunyi pertanda ada yang mengirimi Arman pesan. Hai...pucuk dicinta ulam pun tiba, Centini menjawab pesannya.
" Maaf ya, Man. Kamu tidak perlu mengantarkan aku pulang. Aku diantar oleh panitia kok. Besok siang kamu bisa datang ke rumahku. Masih ingat rumahku, kan?"