Aku membacakan surah Yasin dan ayat lima dengan lirih. Aku berusaha menahan tangis. Suster memberiku tempat duduk agar tubuhku tak limbung.
Beberapa saat kemudian, aku melihat grafik di EKG terlihat lurus. Aku berusaha menahan tangisku. Mas Danu yang menunggu di ruang ICU segera membimbingku keluar.
Aku melihat dari balik kaca ruang ICU, suster mencopot kabel-kabel dan selang yang ada di tubuh Nadia. Bimo dan mas Danu memelukku dan menahan tubuhku agar tak pingsan.
"Innalilahi wa inna ilahi rojiun, 'gumam Bimo lirih," Sabar, Bunda."
Tangisku pecah saat melihat tubuh Nadia diangkat suster dari atas kasur. Kemudian suster membawa tubuh itu ke ruang jenazah. Aku berusaha tegar dan menahan kepedihanku.
Pergilah bidadari kecilku. Jemputlah bunda dan tuntunlah bunda menuju Jannah-Nya. Bunda ikhlas melepas kepergianmu, sayang.
'Maaf, Ibu. Ada yang bisa saya bantu?" suara seseorang terdengar dari samping kananku. Rupaya pramuniaga caf tempatku minum.
Aku melihat sekelilingku. Rupanya hari sudah malam. Artinya sudah cukup lama aku duduk dan melamun tadi.
"Oh, tidak ada, Mbak. Terima kasih, ya," jawabku sambil mengusap air mata yang sempat jatuh. Mungkin pra,umiaga tadi heran melihatku duduk, melamun dan menangis.
Aku kemudian berjalan dan melanjutkan tujuanku semula yakni membeli kebutuhan dapur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H