A. Capital Gains dari Pengalihan Harta Tak Bergerak (Pasal 13 Ayat 1)
- Hak Pemajakan Negara Sumber: Pasal 13 ayat (1) memberi hak pemajakan kepada negara tempat harta tak bergerak berada (situs state). Misalnya, jika seorang penduduk negara A menjual harta tak bergerak yang berada di negara B, negara B memiliki hak untuk mengenakan pajak atas keuntungan dari penjualan tersebut. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa harta tak bergerak memiliki keterkaitan ekonomi yang kuat dengan negara tempat harta itu berada.
- Definisi Harta Tak Bergerak: OECD dan UN Model merujuk definisi harta tak bergerak pada Pasal 6, yang mencakup tanah, bangunan, tambang, sumber daya alam, serta hak-hak atas harta tak bergerak yang digunakan untuk kepentingan pertanian dan kehutanan. Definisi ini memperjelas cakupan aset yang dapat dikenakan pajak di negara sumber.
B. Capital Gains dari Pengalihan Harta Bergerak dalam Badan Usaha Tetap (BUT) (Pasal 13 Ayat 2)
- Pengalihan Harta Bergerak yang Terkait dengan BUT: Pasal 13 ayat (2) OECD Model mengatur bahwa gains dari pengalihan harta bergerak yang merupakan bagian dari harta bisnis suatu BUT di negara sumber dapat dikenakan pajak di negara tersebut. Contoh harta bergerak di sini meliputi inventaris, peralatan, dan kendaraan yang digunakan dalam operasi bisnis BUT.
- Tujuan Ketentuan: Ketentuan ini bertujuan menjaga konsistensi dengan Pasal 7 OECD Model yang memberikan hak pemajakan atas laba usaha kepada negara tempat BUT berada. Dengan demikian, jika aset bergerak dijual sebagai bagian dari penutupan atau peralihan BUT, negara sumber tetap dapat mengenakan pajak capital gains tersebut.
- Perbedaan dengan UN Model: UN Model memperluas ketentuan ini dengan memasukkan harta bergerak yang terkait dengan fixed base yang digunakan dalam penyediaan jasa independen. Ini berarti jika seorang penyedia jasa memiliki harta bergerak di negara lain untuk mendukung kegiatannya, negara tersebut juga dapat memajaki gains dari pengalihan aset tersebut.
C. Capital Gains dari Pengalihan Kapal, Pesawat, dan Harta terkait di Jalur Internasional (Pasal 13 Ayat 3)
- Pemajakan di Negara Tempat Kedudukan Manajemen: Pasal 13 ayat (3) memberikan hak pemajakan eksklusif kepada negara tempat kedudukan manajemen efektif perusahaan yang mengoperasikan kapal, pesawat, atau kendaraan lain di jalur internasional. Ketentuan ini bertujuan menghindari pemajakan ganda dan memudahkan pengawasan oleh negara domisili.
- Kriteria Operasional: Agar pemajakan ini berlaku, aset yang dialihkan harus benar-benar dioperasikan dalam lalu lintas internasional dan bukan hanya disewakan tanpa awak atau pengelolaan langsung. Jika kapal atau pesawat hanya disewakan tanpa awak, ketentuan ini tidak berlaku dan pengalihan aset tersebut dapat dikenai pajak sesuai ketentuan lain di P3B.
D. Pengalihan Saham yang Merefleksikan Pengalihan Harta Tak Bergerak (Pasal 13 Ayat 4)
- Aturan Look-Through: Pasal 13 ayat (4) OECD Model memungkinkan negara sumber untuk memajaki capital gains dari pengalihan saham jika lebih dari 50% nilai saham perusahaan tersebut secara langsung atau tidak langsung berasal dari harta tak bergerak yang berlokasi di negara sumber. Ketentuan ini berlaku untuk menghindari penghindaran pajak melalui pengalihan tidak langsung atas harta tak bergerak.
- Penerapan di UN Model: UN Model memperluas cakupan aturan ini untuk memasukkan jenis entitas lainnya, seperti partnership, trust, atau estate, dan mengatur bahwa perusahaan yang menjalankan pengelolaan harta tak bergerak tidak termasuk dalam pengecualian ini.
E. Pengalihan Saham dalam Kepemilikan Substansial (Pasal 13 Ayat 5 dalam UN Model)
- Hak Pemajakan Negara Sumber: Ketentuan ini, yang hanya ada dalam UN Model, memungkinkan negara sumber untuk memajaki gains dari pengalihan saham suatu perusahaan domestik jika penjual memiliki kepemilikan saham yang substansial (persentase yang ditentukan dalam perjanjian). Hal ini dimaksudkan untuk melindungi hak pemajakan negara berkembang yang biasanya menjadi negara sumber.
- Jangka Waktu Kepemilikan: UN Model mensyaratkan periode waktu tertentu di mana saham tersebut dimiliki secara substansial oleh pemegang saham, sehingga capital gains dari penjualan saham substansial ini dapat dikenakan pajak di negara sumber.
F. Pengalihan Aset Lainnya (Pasal 13 Ayat 5 OECD Model dan Ayat 6 UN Model)
- Hak Pemajakan di Negara Domisili: Gains dari pengalihan harta selain yang disebutkan di ayat-ayat sebelumnya (misalnya harta bergerak pribadi) hanya dikenakan pajak di negara domisili. Contoh harta lainnya termasuk koleksi seni, perhiasan, atau investasi portofolio. Dengan demikian, negara domisili memiliki hak eksklusif untuk memajaki gains dari aset-aset ini.
2. Isu-isu Penerapan Capital Gains dalam P3B
Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 13 OECD dan UN Model juga memunculkan beberapa tantangan penerapan, terutama terkait dengan definisi dan pengaturan teknis lainnya. Berikut beberapa isu utama yang sering muncul dalam pemajakan capital gains lintas negara:
A. Definisi Capital Gains dan Pengalihan (Alienation)
- Ketidakkonsistenan Definisi: Istilah "capital gains" atau "alienation" tidak didefinisikan secara khusus dalam Pasal 13 OECD atau UN Model. Tidak adanya definisi ini sering menimbulkan perbedaan interpretasi antarnegara. Dalam beberapa kasus, pengalihan yang tidak disengaja, seperti warisan atau hibah, dapat dianggap sebagai pengalihan dalam konteks perpajakan capital gains, sementara di negara lain mungkin tidak demikian.
- Deemed Disposition (Pengalihan yang Dianggap): Beberapa negara menerapkan deemed disposition atau pengalihan yang dianggap ketika subjek pajak pindah ke yurisdiksi lain. Ketentuan ini memungkinkan negara asal untuk mengenakan pajak atas keuntungan modal yang belum terealisasi sebagai langkah menghindari capital gains tidak terkena pajak jika subjek pajak meninggalkan negara tersebut. Namun, penerapan deemed disposition dapat bertentangan dengan ketentuan P3B yang biasanya tidak mengenakan pajak atas unrealized gains.
B. Perhitungan Capital Gains:
- Pendekatan Bruto atau Neto: Pasal 13 tidak menjelaskan apakah perhitungan capital gains dilakukan berdasarkan basis bruto atau neto. OECD Commentary menyarankan basis neto dengan mengurangi harga perolehan awal, tetapi penentuan akhirnya diserahkan kepada ketentuan domestik masing-masing negara. Hal ini dapat mengakibatkan perbedaan nilai capital gains antarnegara.
C. Exit Tax dan Keuntungan yang Belum Terealisasi
- Exit Tax: Banyak negara menerapkan exit tax atau pajak keluar untuk menghitung gains yang belum terealisasi ketika seseorang pindah ke negara lain. Pajak ini biasanya diterapkan untuk menghindari potensi capital gains tidak terkena pajak ketika subjek pajak meninggalkan yurisdiksi. Penerapan ini kerap menimbulkan sengketa dalam konteks P3B, karena bisa dianggap sebagai pajak ganda atas aset yang sama.