" Sudah kerjakan saja ayo kejarkan! Habis ini pelajaran apa?" tanyanya seakan mengalihkan pembicaraan.
  " Bahasa Indonesia Us.." jawab kami serempak.
   Waktu berlalu begitu saja, ku lirik jam dinding menunjukkan pukul 09.30 Wib, tak lama kemudian tendengar bel istirahat berdering, setelah guru bahasa ndosnesia itu menutup pembelajaran tentu anak-anak kelas segera berhamburan menuju kantin.
  "Ayo ra, lama banget!" ujar Mita geram, kala melihatku yang tengah mencari uang yang sedari tadi ku taruh di tas depan.
   " Duluan aja, duluan nanti aku nyusul." ujarku sembari merogoh isi tas depan ku mencari keberadaan uang itu, kemudia ia berlau begitu saja, setelah menemukan uang lima ribuan yang sedari tadi tersingsal, aku segera keluar kelas.
 Di tengah perjalanan menuju kantin samar ku dengar perbincangan kakak kelas di depan kelas 3D atau kelas 9.
   " Iya sih, padahal tampan dan idaman, aku liat tadi pagi habis subuh pergi pakai mobil kayaknya di jemput keluarganya" ujar salah satu kakak kelas bertubuh gemuk dengan nametag Femalia.
   " Bisa-bisanya loh, Uang kantin dikorupsi, apa gaji dari pondok kurang  ya?" tanya kakak kelas berkacamata di sampingnya dengan nametag Maulida.
   " Kasian juga yah" sambung Kakak kelas berkulit putih dengan nametag Citra Adila.
   "Entahlah Ustadz Alvin, padahal dirimu spek idaman, kasian Ustadzah Nirmala juga." ujar Femalia lagi, seketika hatiku mecelos mendengarnya, Ustadz Alvin? Sungguh diluar perkiraan, tak terbayang beliau mengkorupsi uang kantin yang labanya keuntungannya untuk pembangunan pondok ini, "jadi? Yang semalam itu rapat membahas Ustadz Alvin?"batinku, aku  menggelengkan kepala cepat lalu segera mempercepat langkahku menuju kantin, memang tak seharusnya aku mendengar seusatu yang tak seharusnya aku dengar.
   Apapun yang terjadi, bagaimanapun juga beliau tetap guruku, banyak ilmu yang telah ku ambil darinya, tak seharusnya aku ikut menjelekkannya, biarlah semua berjalan sebagaimana mestinya, karena bangkai mau di tutupi dengan cara apapun akan tercium juga, setidaknya hal ini tak menyebar dari mulutku, dan perangai memenag belum tentu menentukan baik-buruknya seseorang, Ustadz Eko dan Ustadz Hanif yang terkenal cuek dan galak itu, tenyata mereka jauh lebih peduli dengan pondok ini,meskipun jarang aktif dalam kegiatan bersama anak-anak, namun aku pernah melihat mereka hujan-hujanan membenarkan saluran air di kebun belakang pondok, memang pepatah don't judge someone by his cover itu ada, sekarang aku mengerti.