Sembilan  belas tahun berlalu, anak pertama lulus SMK. Jaman sekarang, lulusan  SMK tidak selalu berorientasi kerja. Banyak yang ingin melanjutkan  kuliah. Termasuk anak saya.
Hanya masalahnya, siswa SMK memang  diproyeksikan menjadi ahli madya di bidangnya, belajar teknis pekerjaan, bukan belajar materi tes  masuk perguruan tinggi. Sahingga pada saat tes, lulusan SMK kalah  bersaing dengan jebolan SMA.
Jika ingin kuliah, peluang lebih  banyak terbuka di jalur pendidikan. Maka akhirnya banyak yang (terpaksa)  memilih kuliah di PTS. Dan..... umumnya, biaya kuliah di PTS lebih  mahal dibanding PTN.
Maka inilah yang  kini menjadi prioritas saya  dan suami. Membiayai kuliah anak, di sebuah PTS di kota besar. Biaya  kuliah, biaya kos, biaya bulanan harus tersedia.
Anak kedua, juga  sedang persiapan masuk perguruan tinggi. Maka, biaya pendidikan menjadi  dua kali lipat. Tetapi selama anak-anak  memiliki semangat belajar, saya  mendukungnya. Sekali lagi, inilah prioritas kami saat ini.
Saya tidak ingin anak-anak mengalami hal yang sama dengan saya, yang harus mengubur mimpi kuliah selepas SMA.
Pengelolaan Keuangan
Sama-sama  bekerja di perusahaan swasta, tentu saja andalan saya dan sumai adalah  gaji bulanan. Dan sejak membiayai kuliah, beban ekonomi terasa semakin  berat. Masa prihatin sedang berlangsung. Sering tersenyum kecut,  mendengar istilah gaji 10 koma, 15 koma dan sebagainya. Karena, ungkapan  itu gue banget, gitu loh..
Saya memutuskan untuk melakukan :
a. Pemahaman tentang kemampuan keuangan.
Menjelaskan  kepada anak-anak tentang kondisi keuangan. Perbandingan antara  pendapatan dan  kebutuhan yang harus dipenuhi. Tentu saja bukan angka  atau struk gaji yang kami perlihatkan. Hanya prosentase nya saja.