Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Presiden Baru dan Tantangan Deindustrialisasi

17 Februari 2024   08:59 Diperbarui: 19 Februari 2024   17:01 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama. Liberalisasi ekonomi sejak kejatuhan Suharto membuat perusahaan-perusahaan yang tidak mampu bersaing menutup pabrik. 

Kedua. Satu janji liberalisasi adalah lonjakan investasi baru, khususnya  di sektor manufaktur. Ini tidak terjadi karena negara-negara lain juga membuka luas ekonomi mereka bagi investasi asing. Keterbukaan ini didukung oleh insentif berlimpah, kemudahan perizinan, korupsi rendah. 

Sebaliknya investor mengeluhkan iklim investasi yang tidak ramah dalam bentuk birokratisasi perizinan, pungutan liar dan biaya tambahan lain. 

Reformasi rezim investasi yang dilakukan Jokowi nampaknya berhasil menghapus perilaku predatori di lembaga-lembaga yang mengurus investasi.

Kebijakan daerah dalam urusan lahan misalnya juga menciptakan disinsetif terhadap investasi baru di sektor manufaktur. Ungkapan bahwa 'ayam belum bertelur sudah dipajaki' menggambarkan gejala tersebut. 

Kondisi ini terjadi di tengah perkembangan 'competition state' yakni negara-negara yang gencar berlomba memberikan kemudahan untuk 'membujuk' investasi global masuk ke negara mereka.  

Fenomena 'footlose capital' juga menyumbang kemandegan pertumbuhan manufaktur. Pasar finansial sudah sangat liberal. 

Investasi protofolio dalam bentuk saham, perdagangan berjangka, surat utang  jelas jauh lebih menarik dibandingkan dengan manufaktur yang memiliki resiko lebih besar, prosedur lebih panjang. Belum lagi hambatan-hambatan lain yang disebutkan sebelumnya.

Terakhir adalah loncatan ekonomi. Pada banyak negara, ekonomi berkembang dari tahap agraris, sektor pengolahan, sektor jasa dan kemudian industri 'leisure' (waktu luang) khususnya pariwisata. Ekonomi kita meloncat dari agraris ke 'industri jalan-jalan'. 

Pariwisata mengalami perkembangan yang sangat pesat. Ini bukan sesuatu yang buruk. Dorongan besar pemerintah terhadap pariwisata, melalui pengembangan destinasi wisata premium' membuat investor lebih tertarik masuk ke sektor ini, daripada mendirikan pabrik pengolahan baru.

Tantangan Presiden baru: reindustrialisasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun