Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Presiden Baru dan Tantangan Deindustrialisasi

17 Februari 2024   08:59 Diperbarui: 19 Februari 2024   17:01 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia: Gejala Deindustrialisasi

Proses deindustrialisasi dalam ekonomi Indonesia masih menjadi perdebatan. Sebagian analis berpendapat bahwa Pertumbuhan sektor lain, seperti jasa keuangan,teknologi informasi menurunkan besaran kontribusi industri dalam PDB.  

Maka, di tengah globalisasi sektor jasa, khususnya, keuangan dan teknologi informasi, investasi di kedua sektor ini jauh lebih cepat balik modal. 

Margin keuntungan juga tinggi Sementara industri manufaktur membutuhkan proses investasi yang lebih panjang. Karena itu, perusahaan cenderung masuk ke sektor jasa dan informasi, yang kemudian terekam dalam naiknya kontribusi kedua sektor ini dalam pertumbuhan ekonomi nasional.

 Beberapa data mengindikasikan tanda-tanda awal deindustrialisasi.  BPS melaporkan bahwa kontribusi industri pengolahan dalam PDB terus menurun. 

Tahun 2014, industri pengolahan menyumbang 21,6 % dalam GPD, tetapi tersisa  18.34 % tahun 2022 (https://www.cnbcindonesia.com). Sumbangan industri dalam PBD naik sejak 1961 dan mencapai puncak sebesar 26 % di 1997, tetapi terus menurun sampai saat ini (https://datanesia.id/).  Industri manufaktur juga mengalami penurunan pertumbuhan dari 4,61 % di 2014, menjadi 4,27 % di 2018.          

Sementara pertumbuhan industri pengolahan menurun, kontribusi ekspor manufaktur dalam ekspor dilaporkan mengalami kenaikan. Misalnya pada tahun 2021, ekspor manufaktur melonjak di atas 50 % dari total ekspor Indonesia. 

Kenaikan perlu diperiksa secara historical dalam rentang waktu, misalnya, apakah selama 10 tahun terakhir trend ekspor manufaktur terus mengalami kenaikan atau sebaliknya. Sangat mungkin kenaikan disumbang terbesar oleh ekspor minyak nabati dan produk-produk olah berbasis pertanian seperti CPO dan Kopi olahan.

 Kecenderungan deindustrialiasi diindikasikan juga oleh pertumbuhan  sektor informal.  BPS melaporkan bahwa tahun 2020, sektor formal mempekerjakan 43,36 %, sektor informal56,64 %. 

Tahun 2021, pekerja formal turun jadi 40,38 %, sedangkan pekerja informal naik jadi 59,62 % (ekonomi.bisnis.com). Penurunan pekerja di sektor formal terjadi karena tidak ada ekspansi ekonomi formal, di mana industri manufaktur merupakan komponen penting.

 Untuk amannya, bisa dikatakan Indonesia sedang mengalami gejala deindutrialisasi dini. Apa penyebabnya? Ada beberapa kemungkinan jawaban. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun