"Demo ini berkah. Berkat ada demo mbak mau menyapa saya. Mau nanya-nanya. Coba kalau nggak ada demo, mbak pasti cuek sama saya," selorohnya yang mau tak mau  kusambut dengan senyuman lebar.
"Belum mbak. Masih diupayakan sama petugas. Semoga pendemo mau minggir supaya kereta sama kendaraan lainnya bisa melintas," terangnya.
Aku cuma bisa mendengus kesal. Rasa-rasanya kalau negosiasi mereka tak berhasil aku nggak bisa ikut acaranya temanku nih.
"Kenapa sih demonya kok pakai memblokade jalan segala gini?" kataku kesal.
"Biar dapat perhatian dari pemerintah mbak. Mereka sudah sering demo tapi belum ada respon positif dari pabriknya. Jadi berharap pemerintah turun tangan mencarikan solusinya. Makanya mereka bilang sengaja menutup jalan supaya tuntutan mereka dapat perhatian. Gitu tadi kata mereka," jelas pedagang itu.
"Aaaahhh!!!," Â responku geram setelah pedagang asongan itu pergi.
Kembali aku menghembuskan nafas panjang sebagai usaha untuk mengusir kekesalan di hati.
"Mau kemana, Mbak?" tanya ibu di sebelahku.
"Mau ke Malang," jawabku.
"Kuliah atau tinggal di Malang?"
"Oohh, bukan keduanya. Saya sudah selesai kuliah lama. Ke Malang cuma mau mengunjungi teman," sahutku singkat saja.