Mohon tunggu...
Nicola Cornelius A Simarmata
Nicola Cornelius A Simarmata Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Mencoba menuangkan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demokrasi Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika Untuk Menuntaskan Kegalauan Heterogenitas

6 September 2024   20:45 Diperbarui: 6 September 2024   20:50 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara filosofis, demokrasi Pancasila merujuk pada sila keempat Pancasila. Ini berarti demokrasi yang didasarkan pada: Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan; Persatuan Indonesia; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Tuhan Yang Maha Esa; dan keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia.

 Dengan demikian, setiap sila Pancasila menjiwai sila di atasnya dan menjiwai sila di bawahnya. Demokrasi Pancasila jelas berbeda dengan demokrasi yang berkembang di Barat, terutama dari segi pelaksanaannya. Jika kita melihat demokrasi Barat, yang lebih berfokus pada kuantitatif, mayoritas adalah yang benar, baik, dan menang. Sebaliknya, demokrasi Pancasila mengutamakan demokrasi kualitatif, atau musyawarah-mufakat, baru melalui voting (kuantitatif) jika musyawarah tidak dapat dilaksanakan. Dalam demokrasi Pancasila, tidak ada oposisi karena berbasis pada gagasan bahwa pemerintah, negara, dan rakyat adalah satu kesatuan. Di sisi lain, demokrasi liberal (atau Barat) memungkinkan oposisi karena berbasis pada gagasan bahwa rakyat, pemerintah, dan negara adalah dua entitas yang masing-masing eksis.

 Pentingnya Pancasila adalah merujuk pada nilai-nilai kemanusiaan yang religius (humanism-religius), bukan kemanusiaan yang sekuler. Akibatnya, ukuran kebenaran yang digunakan sebagai landasan kebijakan bukan hanya rasionalitas, tetapi juga religiusitas. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berasal dari kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia, dan diimplementasikan seperti yang ditunjukkan dalam Pembukaan dan UUD 1945. Dasar demokrasi Pancasila adalah kedaulatan rakyat (pasal 1 ayat 2 UUD 1945) dan sila ke-4 adalah asasnya

Dalam demokrasi Pancasila, kebebasan individu harus diikuti dengan rasa tanggungjawab atas Demokrasi Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika Solusi Heterogenitas (Idjang) untuk memanfaatkan kebebasan tersebut. Ini adalah ciri demokrasi Pancasila bahwa tanggungjawab tidak hanya bersifat horizontal (terhadap sesama manusia) tetapi juga vertikal (terhadap sang Pencipta), yang menjadikannya humanisme-religius. Dalam demokrasi Pancasila, perbedaan pendapat adalah wajar, tetapi penyelesaiannya harus bergantung pada sila ketiga Persatuan Indonesia.

Prinsip Demokrasi Pancasila

Sebagai struktur kognitif untuk setiap negara, pancasila memerlukan nilai-nilai dan kebiasaan yang dianggapnya dapat digunakan sebagai referensi untuk memperjuangkan tujuan mereka. Setiap negara harus tahu apa yang baik dan apa yang buruk, serta apa yang benar dan apa yang salah. Setiap negara membutuhkan keyakinan yang diperlukan untuk mendorong kebersamaan untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Pancasila, sebagai pandangan hidup dan dasar negara, telah terbukti memenuhi kebutuhan alami untuk kelangsungan hidup bangsa Indonesia.

Pancasila, sebagai struktur koginitif, berisi pengetahuan tentang standar dasar untuk mengukur dan menentukan keabsahan bentuk pemerintahan negara serta kebijakan penting yang diambil selama proses pemerintahan. Pancasila sangat penting bagi Indonesia karena di dalamnya terkandung nilai-nilai, cita-cita, dan keyakinan yang ingin diwujudkan dan memberikan arahan bagi kehidupan yang berjuang melawan berbagai jenis penderitaan. Pancasila berfungsi untuk menjelaskan tujuan NKRI dan membantu dalam mencapainya. Fungsi dan peran Pancasila telah berkembang secara historis dalam beberapa tahap. Setiap tahap menampilkan masalah yang berbeda, sehingga membutuhkan perspektif unik.

Pancasila merupakan filsafat politik pada tahap pertama, karena ia berfungsi sebagai ideologi pemersatu dan telah menunjukkan kekuatan selama dua dekade sejak berdirinya Republik Indonesia. Orang Indonesia tahu bahwa mereka adalah sebuah bangsa dengan identitasnya sendiri dan bersatu karena rasa nasionalisme dan patriotisme.

Namun, pada titik ini, terlihat adanya kelemahan dalam persepsi, yang berarti kemiskinan yang cukup parah pada saat itu tidak mendapat perhatian yang cukup dan kurang penanggulangan. memberi kesempatan kepada kelompok lain yang mengejar keuntungan kelompoknya, seperti munculnya pemberontakan.

Pancasila sebagai ideologi pembangunan tidak menegasikan tahap pertama, jadi rasa persatuan harus dipertahankan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di tahap kedua. Pada saat ini, menjadi jelas bahwa ekonomi harus diperhatikan sepenuhnya; memperoleh kemerdekaan berarti membangun bangsa, dan memerangi kemiskinan adalah bagian dari membangun bangsa. Dan untuk memulai tindakan ini, stabilitas politik diperlukan.

Dengan demikian, keamanan menjadi dasar bagi peluang pemulihan ekonomi dan pertumbuhan. Dan kesemuanya itu membutuhkan legitimasi kekuasaan. Ini memberikan pemerintah otoritas yang jelas untuk mengambil tindakan dan membuat kebijakan untuk mengadvokasi prinsip yang disepakati. Namun, saat ini tidak ada kepekaan sosial, yang berarti masalah sosial tidak dilihat secara realistis dan kurang dibahas secara kritis, hanya berfokus pada ideologi. Pancasila menjadi alat pragmatisme untuk semata-mata membuat legitimasi diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun