Pendahuluan
Demokrasi dianggap sebagai bentuk pemerintahan dan politik terbaik. Negara-negara modern setuju bahwa demokrasi harus diterapkan. Jika suatu negara tidak dapat menerapkan demokrasi secara politik, negara itu masih berusaha mengambil bentuk demokrasi untuk pemerintahannya dan memberikan nama demokrasi yang jelas, tetapi dengan nama lain seperti demokrasi terpimpin atau demokrasi pancasila. Demokrasi tidak hanya sulit untuk digambarkan secara formal, tetapi juga sulit untuk didefinisikan.
Dalam pemahaman normatif, demokrasi adalah sesuatu yang secara konseptual harus dilakukan oleh sebuah negara, seperti yang kita kenal dengan istilah "Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Istilah normatif ini biasanya dimasukkan ke dalam konstitusi setiap negara, seperti yang terlihat dalam Undang-Undang Dasar 1945 untuk Pemerintahan Republik Indonesia bahwa "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 1 ayat 2).
Dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal-pasal dan ayat-ayat berikut memberikan definisi normatif dari demokrasi: "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu (Pasal 28)." Namun, kita juga harus mengingat bahwa normatif belum tentu dapat dilihat dalam kehidupan politik sehari-hari suatu negara. Oleh karena itu, sangat penting untuk memeriksa makna demokrasi secara praktis, yaitu bagaimana ia diterapkan dalam kehidupan politik.
Karena istilah "demokrasi" Â saat ini memiliki konotasi modern, suatu negara akan bangga jika memilikinya. Demokrasi merupakan produk dari peradaban, dan peradaban merupakan produk dari basis kesadaran identitas suatu bangsa (individualis-sosialis, humanis, religius, dan agamis). Sifat-sifat ini tetap ada, tetapi pemahaman dan penerapan mereka harus terus berubah. Akibatnya, istilah "primitif" dan "modern" sama sekali tidak mengindikasikan hal-hal yang buruk atau maju tertinggal, hanya saja perilaku yang lebih baik atau lebih buruk.
Karena Indonesia adalah negara kepulauan dan heterogen secara geografis, Bhinneka Tunggal Ika sebagai fokus utama dalam tulisan ini menjadi representasi penting dari wawasan kebangsaan Indonesia. Karena itu, memilih Bhineka Tunggal Ika adalah keharusan. Secara filosofis, persatuan yang sinergik dan produktif adalah persatuan yang unsur-unsurnya berbeda. Namun, secara sosiologis, perbedaan memiliki potensi konflik.
Prinsip Bhineka Tunggal Ika akan tetap kuat selama wawasan kebangsaan yang berkembang, yang didasarkan pada kesadaran identitas bahwa Indonesia adalah negara kepulauan dengan penduduk yang heterogen.
Demokrasi Pancasila
Konsep Demokrasi: Etimologinya berarti kedaulatan di tangan rakyat, atau "demos" dan "kratos". Demokrasi adalah ide yang universal, tetapi praktiknya di suatu negara tergantung pada keadaan negara tersebut. Akibatnya, demokrasi tidak harus seperti yang berkembang di Barat karena itu adalah budaya dan bukan ideologi. Dalam konteks Indonesia, demokrasinya adalah Pancasila, yang merujuk pada nilai-nilai Pancasila baik sebagai sistem pemerintahan maupun gaya hidup.
Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang menciptakan transparansi, toleransi, damai, dan teratur. Selain itu, sebagai gaya hidup, demokrasi mempertahankan prinsip-prinsip persamaan, kebebasan, dan keterlibatan dalam pembuatan kebijakan negara, yang semua diatur dalam Pancasila. Demokrasi adalah inti dari budaya, yang pada gilirannya menghasilkan sistem demokrasi liberal. Tentu saja, ini akan berbeda dengan demokrasi Pancasila di Indonesia, yang didasarkan pada Demokrasi Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika Solusi Heterogenitas (Idjang), kesadaran identitas monopluralisme (individu-sosial, jasmani-rokhani, makhluk pribadi makhluk Tuhan), agama, dan teologi. Oleh karena itu, demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang didasarkan pada dasar kesadaran identitas bangsa Indonesia; itu adalah demokrasi yang tidak hanya logis tetapi juga religius; itu mementingkan kepentingan sosial bukan hanya kepentingan individu; itu kuatitatif (mayoritas) tetapi juga kualitatif (kebijaksanaan).
Dalam sejarahnya, sistem pemerintahan, seperti Monarkhi (kekuasaan dipegang oleh satu orang, atau raja), cenderung menghasilkan tirani. Namun, sistem demokrasi memiliki pembagian kekuasaan, yang menghasilkan saling mengawasi. Karena itu, demokrasi adalah pilihan yang paling cocok untuk sistem pemerintahan kontemporer.
Secara filosofis, demokrasi Pancasila merujuk pada sila keempat Pancasila. Ini berarti demokrasi yang didasarkan pada: Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan; Persatuan Indonesia; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Tuhan Yang Maha Esa; dan keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia.
 Dengan demikian, setiap sila Pancasila menjiwai sila di atasnya dan menjiwai sila di bawahnya. Demokrasi Pancasila jelas berbeda dengan demokrasi yang berkembang di Barat, terutama dari segi pelaksanaannya. Jika kita melihat demokrasi Barat, yang lebih berfokus pada kuantitatif, mayoritas adalah yang benar, baik, dan menang. Sebaliknya, demokrasi Pancasila mengutamakan demokrasi kualitatif, atau musyawarah-mufakat, baru melalui voting (kuantitatif) jika musyawarah tidak dapat dilaksanakan. Dalam demokrasi Pancasila, tidak ada oposisi karena berbasis pada gagasan bahwa pemerintah, negara, dan rakyat adalah satu kesatuan. Di sisi lain, demokrasi liberal (atau Barat) memungkinkan oposisi karena berbasis pada gagasan bahwa rakyat, pemerintah, dan negara adalah dua entitas yang masing-masing eksis.
 Pentingnya Pancasila adalah merujuk pada nilai-nilai kemanusiaan yang religius (humanism-religius), bukan kemanusiaan yang sekuler. Akibatnya, ukuran kebenaran yang digunakan sebagai landasan kebijakan bukan hanya rasionalitas, tetapi juga religiusitas. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berasal dari kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia, dan diimplementasikan seperti yang ditunjukkan dalam Pembukaan dan UUD 1945. Dasar demokrasi Pancasila adalah kedaulatan rakyat (pasal 1 ayat 2 UUD 1945) dan sila ke-4 adalah asasnya
Dalam demokrasi Pancasila, kebebasan individu harus diikuti dengan rasa tanggungjawab atas Demokrasi Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika Solusi Heterogenitas (Idjang) untuk memanfaatkan kebebasan tersebut. Ini adalah ciri demokrasi Pancasila bahwa tanggungjawab tidak hanya bersifat horizontal (terhadap sesama manusia) tetapi juga vertikal (terhadap sang Pencipta), yang menjadikannya humanisme-religius. Dalam demokrasi Pancasila, perbedaan pendapat adalah wajar, tetapi penyelesaiannya harus bergantung pada sila ketiga Persatuan Indonesia.
Prinsip Demokrasi Pancasila
Sebagai struktur kognitif untuk setiap negara, pancasila memerlukan nilai-nilai dan kebiasaan yang dianggapnya dapat digunakan sebagai referensi untuk memperjuangkan tujuan mereka. Setiap negara harus tahu apa yang baik dan apa yang buruk, serta apa yang benar dan apa yang salah. Setiap negara membutuhkan keyakinan yang diperlukan untuk mendorong kebersamaan untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Pancasila, sebagai pandangan hidup dan dasar negara, telah terbukti memenuhi kebutuhan alami untuk kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
Pancasila, sebagai struktur koginitif, berisi pengetahuan tentang standar dasar untuk mengukur dan menentukan keabsahan bentuk pemerintahan negara serta kebijakan penting yang diambil selama proses pemerintahan. Pancasila sangat penting bagi Indonesia karena di dalamnya terkandung nilai-nilai, cita-cita, dan keyakinan yang ingin diwujudkan dan memberikan arahan bagi kehidupan yang berjuang melawan berbagai jenis penderitaan. Pancasila berfungsi untuk menjelaskan tujuan NKRI dan membantu dalam mencapainya. Fungsi dan peran Pancasila telah berkembang secara historis dalam beberapa tahap. Setiap tahap menampilkan masalah yang berbeda, sehingga membutuhkan perspektif unik.
Pancasila merupakan filsafat politik pada tahap pertama, karena ia berfungsi sebagai ideologi pemersatu dan telah menunjukkan kekuatan selama dua dekade sejak berdirinya Republik Indonesia. Orang Indonesia tahu bahwa mereka adalah sebuah bangsa dengan identitasnya sendiri dan bersatu karena rasa nasionalisme dan patriotisme.
Namun, pada titik ini, terlihat adanya kelemahan dalam persepsi, yang berarti kemiskinan yang cukup parah pada saat itu tidak mendapat perhatian yang cukup dan kurang penanggulangan. memberi kesempatan kepada kelompok lain yang mengejar keuntungan kelompoknya, seperti munculnya pemberontakan.
Pancasila sebagai ideologi pembangunan tidak menegasikan tahap pertama, jadi rasa persatuan harus dipertahankan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di tahap kedua. Pada saat ini, menjadi jelas bahwa ekonomi harus diperhatikan sepenuhnya; memperoleh kemerdekaan berarti membangun bangsa, dan memerangi kemiskinan adalah bagian dari membangun bangsa. Dan untuk memulai tindakan ini, stabilitas politik diperlukan.
Dengan demikian, keamanan menjadi dasar bagi peluang pemulihan ekonomi dan pertumbuhan. Dan kesemuanya itu membutuhkan legitimasi kekuasaan. Ini memberikan pemerintah otoritas yang jelas untuk mengambil tindakan dan membuat kebijakan untuk mengadvokasi prinsip yang disepakati. Namun, saat ini tidak ada kepekaan sosial, yang berarti masalah sosial tidak dilihat secara realistis dan kurang dibahas secara kritis, hanya berfokus pada ideologi. Pancasila menjadi alat pragmatisme untuk semata-mata membuat legitimasi diri.
Setelah dua tahap sebelumnya, Pancasila sebagai ideologi terbuka memasuki tahap ketiga, yang mewajibkan rakyat Indonesia untuk selalu menyadari kondisi kehidupan mereka saat ini. Mempertahankan identitas dalam ikatan persatuan nasional yang berkembang dapat mengurangi dampak negatif globalisasi. Terbuka tidak berarti mengubah prinsip-prinsip utama Pancasila; sebaliknya, itu berarti mengungkapkan pemikirannya secara konkret sehingga dapat menyelesaikan masalah. Nilai instrumental dan nilai operasional adalah satu-satunya tingkat di mana perubahan dapat dilakukan.
Pancasila, sebagai ideologi yang terbuka, harus memungkinkan demokratisasi, peningkatan kualitas hidup masyarakat, dan refungsionalisasi atau fungsionalisasi institusi pemerintah dan masyarakat. Implementasi Nilai-nilai PancasilaReformasi banyak memberikan kehidupan positif bagi survival bangsa Indonesia, namun ada beberapa sisi negatifnya antara lain kesalahan berpikir (paradigma) dalam memaknai reformasi, bahwa reformasi dimaknai hanya sebagai perubahan (change).
Nilai-nilai Pancasila terdiri dari tiga kategori: nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai operasional. Nilai-nilai dasar adalah abstrak, universal, dan oleh karena itu harus dikonkritisasi melalui nilai-nilai instrumental dan operasional. Nilai instrumental tercermin dalam hukum positif Indonesia, sedangkan nilai operasional mencakup pelaksanaan obyektif (yang dilakukan oleh institusi dan penyelenggara negara) dan subyektif (yang dilakukan oleh warga negara). Akibatnya, jika ada orang yang telah bertanya tentang seberapa efektif Pancasila dalam mencapai tujuan bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, pertanyaan itu sebenarnya tentang nilai instrumental (UU) dan nilai operasional (pelaksanaan UU), bukan nilai dasar Pancasila (kelima sila-silanya). Jadi, mungkin tidak ada undang-undang yang mendukungnya, atau mungkin ada undang-undang yang mendukungnya, tetapi pelaksanaanya kurang benar.
Bhinneka Tunggal Ika sebagai Tonggak Fundamental
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut yang terdiri dari pulau-pulau dan gugusan pulau-pulau di tengahnya. Laut di sini berfungsi sebagai pemersatu, bukan pemisah, dan kita memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lain. Oleh karena itu, seluruh populasi pulau Indonesia bertanggung jawab untuk membela setiap wilayahnya jika ada ancaman dari luar atau dalam. Sebaliknya, jika rejeki Tuhan ada di salah satu wilayah (pulau), itu akan dibagikan ke seluruh pulau, tentu dengan cara yang sah.
Dalam hal bangsa hiterogen, persatuan hanya dapat terjadi jika masing-masing kelompok menghargai perbedaan dan tidak memaksa orang lain untuk melakukan hal yang sama dengan mereka dengan identitas lokal, atau sinergi. Bhineka Tunggal Ika adalah solusi kehidupan modern dalam berbangsa dan bernegara, karena di era globalisasi, dunia menjadi satu sistem sehingga tidak ada satupun negara yang homogen, oleh karenanya faham nasionalisme menjadi kebutuhan. Persatuan adalah kebutuhan bagi negara bangsa, mengingat dampak negatif globalisasi akan menggerogoti kedulatan negara bangsa, dalam hal inilah prinsip Bhineka Tunggal Ika menjadi penting.Keanekaragaman baru dapat menjadi perekat bangsa bahkan menjadi kekuatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, jika:
1. Ada nilai yang berperan sebagai acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Adanya standar yang dijadikan sebagai tolok ukur dalam rangka menilai sikap  dan tingkah laku serta cara bangsa menuju tujuan.
3. Mengakui dan menghargai hak dan kewajiban serta hak asasi manusia dalam
berbagai aspek (agama, suku, keturunan, kepercayaan, kedudukan sosial)
4. Nilai kesetiaan dan kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kesemuanya diatas, berada dalam sistem nilai Pancasila, oleh karenanya Bhineka Tunggal Ika keberlanjutanya tergantung pada komitmen bangsa terhadap Pancasila. Disamping beberapa hal tersebut diatas, juga dukungan sistem pemerintahan yang demokratis, desentralisasi (otonomi) akan memberi ruang yang kondusif bagi perkembangan positif heterogenitas bangsa Indonesia. Tentu perlu adanya pemerintah daerah yang semakin dewasa, dan pemerintah pusat yang berwibawa untuk menjamin stabilitas nasional dan kesatuan bangsa, hubungan masyarakat yang saling menghargai dan menghormati dalam kelompok sosial.
Obat Kegalauan Heterogenitas
Heterogenitas (suku, agama, ras) adalah de facto sebagai bangsa Indonesia, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika adalah solusi terhadap fakta yang kita hadapi guna
mencapai cita-cita berbangsa dan bernegara. Embrio Bhineka Tunggal Ika adalah sumpah pemuda 28 Oktober 1928, sedang causa material Pancasila adalah budaya, agama, adat istiadat yang berkembang di wilayah nusantara. Oleh karenanya Pancasila adalah ruang untuk berkembangnya heterogenitas, sedang Bhineka Tunggal Ika adalah prinsip-prinsip (komitmen) yang dipegang dalam mengembangkan heterogenitas bangsa ini.
Karena Pancasila adalah sistem nilai yang sangat abstrak, ia harus dilaksanakan. Dalam konteks ini, Bhineka Tunggal Ika berfungsi sebagai dasar kesadaran identitas bangsa untuk menerapkan nilai-nilainya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam kesadaran Bhineka Tunggal Ika, tidak ada ruang untuk diskriminasi karena istilah "IKA" mencerminkan suasana "persamaan" dan "kesetaraan" sebagai warga negara, yang memungkinkan Pancasila untuk memfasilitasi Sebagai penganjur Pancasila yang telah diterapkan melalui undang-undang positif, tidak akan bermanfaat tanpa pengawasan penegakan hukum. Negara kita memiliki demokrasi yang didasarkan pada prinsip persamaan dan kesetaraan, yang dipimpin oleh sila keempat Pancasila, yaitu "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan."
Jika Pancasila ingin berperan dalam demokrasi di Indonesia, maka Pancasila harus mampu mengatasi masalah-masalah yang menjadi prasarat untuk terlaksananya demokrasi secara baik. Demokrasi, dari kata demos dan kratos, artinya kedaulatan ditangan rakyat, maka rakyat sebagai pemilik kedaulatan harus independen, terlepas dari ketergantungan fihak lain, sehingga jika rakyat masih terikat oleh kemiskinan maka rakyat menjadi tidak independen. Selama rakyat masih terikat oleh kemiskinan, maka selama itu pula demokrasi tidak akan berjalan baik (terjadi politik uang), maka kesejahteraan sebagai salah satu prasarat berlangsungnya demokrasi yang baik. Oleh karena itu "persamaan" dan "kesetaraan" (IKA) lebih diarahkan pada penciptaan kesejahteraan masyarakat yang humanism religious (Pancasila). Pancasila baik sebagai sarana maupun sebagai tujuan bangsa Indonesia, pada dasarnya ingin mencapai suatu kondisi yang mencerminkan suasana humanisme religious.
Pemerintahan dijalankan berdasarkan konstitusi, hal ini bermakna bahwa demokrasi Pancasila senantiasa sejalan dengan hukum positif yang ada, sehingga dalam mengimplementasikannya tidak boleh dengan mengatasnamakan nilai-nilai demokrasi tetapi menimbulkan disintegrasi bangsa, atau konflik SARA.Pemilu secara berkesinambungan, sebagai implementasi dari kesadaran bahwa sumber legitimasi kekuasaan politik bukan lagi dari atas, melainkan dari bawah (rakyat), maka rakyatlah yang punya kedaulatan untuk menentukan pemimpinnya.
Dengan demikian demokrasi Pancasila, menjamin kesetaraan rakyat dalam kehidupan bernegara, menjamin tegaknya hukum yang berdasarkan nilai Pancasila serta menjamin hubungan harmonis antara lembaga tinggi negara, sehingga tidak ada salah satupun lembaga tinggi negara yang lebih dominan atau tidak akan terjadi hegemoni kewenangan oleh salah satu lembaga tinggi negara.
Demokrasi Pancasila, tidak mengutamakan voting dalam mengambil keputusan,melainkan dengan melalui pertimbangan-pertimbangan dari semua fihak yang terkait, oleh karena itu prinsip kebebasan dan kesetaraan, bermakna disamping bebas menyampaikanpemikirannya juga harus bersedia untuk mendengarkan dan adanya kesediaan untuk memahami pihak lain.
Kesimpulan
Oleh karena itu, Demokrasi Pancasila merupakan jawaban yang memang sangat diperlukan oleh bangsa Indonesia, terutama dalam menyatukan berbagai kepentingan yang timbul dalam masyarakat heterogen, sehingga setiap kebijakan publik lahir dari hasil bukan dipaksakan. Demokrasi Pancasila, tidak saja menyangkut demokrasi politik sebagaimana telah terungkap diatas, melainkan juga demokrasi dalam bidang ekonomi
maupun sosial-budaya
 Dengan menjadikan Pancasila sebagai wacana publik, sekaligus dapat dilakukan reassessment, penilaian kembali atas pemaknaan Pancasila selama ini, untuk kemudian menghasilkan pemikiran dan pemaknaan baru. Dengan demikian, menjadikan Pancasila sebagai wacana publik merupakan tahap awal krusial untuk pengembangan kembali Pancasila sebagai ideologi terbuka, yang dapat dimaknai secara terus menerus, sehingga tetap relevan dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia Dalam konteks kemajemukan dan keragaman---untuk tidak menyebut 'heterogenitas Indonesia, tak kurang pentingnya adalah diseminasi dan sosialisasi nilai-nilai Pancasila tersebut. Tapi, tentu saja tidak melalui cara-cara indoktrinatif dan rezimentatif.
Setiap bangsa memiliki wawasan (cara pandang) terhadap diri dan lingkungannya, demikian juga bangsa Indonesia memiliki cara pandang terhadap dirinya maupun lingkungannya. Terhadap dirinya, bangsa Indonesia memandang bahwa wilayah Indonesia adalah kepulauan, dan bangsa Indonesia adalah heterogen. Sebagai negara kepulauan (wilayahnya) yang heterogen (bangsanya), Pancasila sebagai sarana perekat dan Bhineka Tunggal Ika sebagai komitmen dalam rangka pelaksanaannya.Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, merupakan kebutuhan bagi kelangsunganhidup bangsa yang wilayahnya kepulauan dan bangsanya heterogen. Pancasila merupakan ruang yang nyaman bagi berkembangnya keanekaragaman (heterogenitas) dan Bhineka Tunggal Ika sebagai basis kesadaran identitas bangsa yang menempati ruang Pancasila.
Implementasi Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika yang berupa hukum positif tidak akan bermanfaat tanpa dikuti oleh penegakan hukum. Suatu norma, nilai, aturan, hukum baru berguna jika ada penegakan hukum, dan hal ini akan tercipta jika penegak hukumberwibawa. Heterogenitas adalah de facto dan demokrasi Pancasila adalah solusi dan ruang dalam mengembangkan heterogenitas dan BhinekaTunggal Ika adalah jiwa yang mendorong perkembangan demokrasi Pancasila.
     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H