Namun adakalanya pasar juga bisa gagal dalam situasi informasi tak sempurna atau saat beberapa orang tak mampu masuk dalam mekanisme persaingan pasar yang ketat; misalnya orang cacat, anak-anak yatim, orang jompo dan fakir miskin lainnya. Nilai altruistik ekonomi syariah adalah maksimalisasi zakat, infaq, dan sedekah sebagai penjabaran nilai rahmatan lil alamin. Islam mewajibkan membayar zakat bagi yang mampu, sebuah bentuk pemenuhan tanggung jawab sosial. Lembaga ZIS memberikan rumah sakit gratis, mengelola daging qurban, pemberdayaan masyarakat, memberikan beasiswa bagi masyarakat miskin, membangun sekolah murah bahkan gratis berkualitas. Selain itu, lembaga ZIS bahkan mampu mengirimkan relawan ke tempat-tempat bencana, dan daerah konflik seperti di tanah terjajah; Palestina, perang di Suriah dan pembantaian muslim di Myanmar.
Nilai-nilai moral ekonomi yang paling ditekankan adalah melarang riba, maysir, gharar, melarang monopoli, melarang penimbunan komoditi, melarang beredarnya barang haram, memenuhi takaran/ukuran timbangan dengan adil, menunjukkan kecacatan barang dagangan jika ada, serta menggaji buruh dengan layak dan tepat waktu.
Islam telah memberi rambu-rambu moralitas dalam berniaga seperti menjauhi MAGHRIB. Maghrib yang waktu menjelang malam itu seakan menjadi warning bahwa hal itu harus dihindari, yaitu:
Maisir atau pejudian yaitu setiap transaksi dimana salah satu pihak menang dan pihak lain kalah.
Gharar atau ketidakpastian, dimana transaksi yang tidak memberikan kepastian di akhir adalah merugikan salah satu pihak.
Riba adalah menarik sesuatu yang bukan merupakan hak. Riba dilarang oleh semua agama langit, seperti Yahudi, Kristen dan lebih-lebih Islam. Karena riba adalah eksploitasi yang tidak adil dan bisa memutuskan semangat kerjasama dalam persaudaraan.
Sebuah ayat Al Qur’an menyampaikan, “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al Baqarah: 275.) Riba adalah memaksa, menindas, melebihi haknya. Seperti pegawai yang tak bekerja sesuai kontrak dan meminta bayaran penuh. Perusahaan asing yang mengeruk kekayaan alam Nusantara dengan hanya memberikan imbal hasil rendah hakikatnya adalah sebuah “riba yang besar”. Memungut kelebihan uang dari meminjamkannya ke orang lain adalah riba. Jadi dalam konsep ekonomi syariah bukan berprinsip “time value of money”, tetapi “money value of time”, karena uang menurut islam bukanlah komoditas yang bisa diperjualbelikan.
Perbankan syariah memiliki karakteristik profit sharing dan profit benefit yang bisa dikembangkan dari prinsip-prinsip; Titipan atau simpanan (Depository / al Wadi’ah), Bagi Hasil (profit sharing), jual beli (sale and purchase), sewa (operational lease and financial lease), jasa (fee-based services). Oleh karena itu, bank syariah adalah lembaga intermediasi keuangan yang:
- Menuruti perintah Allah SWT, jadi tidak memisahkan antara bank dan agama.
- Tidak menarik bunga kepada nasabahnya.
- Tidak boleh investasi pada hal-hal yang haram.
- Lebih didorong untuk bagi hasil.
- Pembiayaan untuk aset yang riil, bukan spekulasi keuangan dan menghindari inflasi.
Secara prinsip ekonomi syariah bergerak di sektor riil yang dikelola dengan prinsip hati-hati dan underlying asset-nya jelas sehingga bisa mencegah buble economy seperti di Amerika Serikat saat global financial crisis. Keseimbangan pasar sebagai hasil dari permintaan dan penawaran sangat ditekankan, dengan batas-batas etika ekonomi islam yang jelas. Bisnis islami berdasarkan aset nyata, bukan intangible asset atau bubble economy yang menenggelamkan Amerika saat ini. Sehingga ekonomi syariah lebih tahan krisis, karena bergerak di bisnis riil, bukan derivative, win-win solution, dan bukan zero sum game.
Ilmu yang mulai berkembang beberapa dekade terakhir ini cukup diminati pasar selaras dengan kesadaran masyarakat akan sistem ekonomi yang lebih adil daripada sistem kapitalisme, namun juga lebih realistis daripada sistem sosialis yang tidak memberikan insentif. Ekonomi islami secara konsep mengandung aspek positif dari kapitalisme dan sosialisme sekaligus. Kapitalisme yang memotivasi orang untuk bersaing dan memberikan pelayanan terbaik. Sementara sosialisme berarti pemerataan pendapatan, sehingga jurang miskin dan kaya tidak semakin menganga. Ekonomi Islami adalah sistem ekonomi masa depan yang menjadi obat dari kegagalan kapitalisme. Karena kelemahan ekonomi kapitalisme dikoreksi oleh ekonomi islami, yaitu melarang sekuritisasi resiko yang menyebabkan bubble economy.
Lembaga keuangan syariah bukan hanya tentang bank syariah, namun juga pasar modal; saham, obligasi, sukuk, dan reksadana, juga asuransi takaful, pegadaian syariah, dana pensiun, leasing, modal ventura, zakat, waqaf, dan semua sektor riil ekonomi yang tidak melanggar prinsip syariah. Sehingga bisnis islami bukan hanya produk kerudung, herbal atau kitab/buku dan film islami, tetapi juga perkebunan, pertambangan, pembangunan jalan tol, jembatan layang, rumah sakit, hotel syariah, MRT, sampai pembelian pesawat oleh maskapai penerbangan. Bank syariah yang bebas riba adalah solusi dari permasalahan yang diakibatkan oleh sistem perbankan konvensional yang telah eksis sepanjang 500 tahun, yang ternyata rentan terhadap krisis ekonomi global.